Wednesday, April 22, 2020

SISTEM PRODUKSI

SISTEM PRODUKSI

Definisi Perencanaan dan Pengendalian Produksi | hestanto personal ...



Sistem Produksi

Menurut Nasution (2003), sistem produksi adalah kumpulan komponen-komponen yang saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya untuk tujuan mentransformasikan input produksi menjadi output produksi. Dalam proses produksi mempunyai elemen-elemen utama yaitu input, proses, dan output. Menurut Gaspersz (1998), konsep dasar sistem produksi terdiri dari :

a. Elemen Input dalam Sistem Produksi

Elemen input dapat diklasifikasikan kedalam dua jenis, yaitu: input tetap (fixed input) merupakan input produksi yang tingkat penggunaannya tidak bergantung pada jumlah output yang akan diproduksi. Sedangkan input variabel (variable input) merupakan input produksi yang tingkat penggunaannya bergantung pada output yang akan diproduksi. Dalam sistem produksi terdapat beberapa input baik variabel maupun tetap adalah sebagai berikut :

1. Tenaga Kerja ( labor )

Operasi sistem produksi membutuhkan campur tangan manusia dan orang-orang yang terlibat dalam proses sistem produksi. Input tenaga kerja yang termasuk diklasifikasikan sebagai input tetap.

2. Modal

Operasi sistem produksi membutuhkan modal. Berbagai macam fasilitas peralatan, mesin produksi, bangunan, gudang, dapat dianggap sebagai modal. Dalam jangka pendek modal diklasifikasikan sebagai input variabel.

3. Bahan Baku

Bahan baku merupakan faktor penting karena dapat menghasilkan suatu produk jadi. Dalam hal ini bahan baku diklasifikasikan sebagai input variabel.

4. Energi

Dalam aktivitas produksi membutuhkan banyak energi untuk menjalankan aktivitas seperti untuk menjalankan mesin dibutuhkan energi berupa bahan bakar atau tenaga listrik, air untuk keperluan perusahaan. Input energi diklasifikasikan dalam input tetap atau input variabel tergantung dengan penggunaan energi itu tergantung pada kuantitas produksi yang dihasilkan.

5. Informasi

Informasi sudah dipandang sebagai input tetap karena digunakan untuk mendapatkan berbagai macam informasi tentang: kebutuhan atau keinginan pelanggan, kuatitas permintaan pasar, harga produk dipasar, perilaku pesaing dipasar, peraturan ekspor impor, kebijaksanaan pemerintah, dan lain-lain.

6. Manajerial

Sistem perusahaan saat ini berada pada pasar global yang sangat kompetitif membutuhkan tenaga ahli untuk meningkatkan perfomansi sistem itu secara terus-menerus.

b. Proses dalam Sistem Produksi

Proses dalam sistem produksi dapat didefinisikan suatu kegiatan melalui suatu aliran material dan informasi yang mentransformasikan berbagai input ke dalam output yang bertambah nilai tinggi.

c. Elemen Output dalam Sistem Produksi

Output dari proses dalam sistem produksi dapat berbentuk barang atau jasa. Pengukuran karateristik output sebaiknya mengacu pada kebutuhan atau keinginan pelanggan dalam pasar. Pengukuran pada tingkat output sistem produksi yang relevan adalah mempertimbangkan kuantitas produk, efisiensi, efektifitas, fleksibilitas, dan kualitas produk.

Friday, April 7, 2017

Pengertian dan Manfaat Teknologi Pangan

Pengertian

Teknologi pangan adalah suatu teknologi yang menerapkan ilmu pengetahuan tentang bahan pangan khususnya setelah panen (pasca panen) guna memperoleh manfaatnya seoptimal mungkin sekaligus dapat meningkatkan nilai tambah dari pangan tersebut. Dalam teknologi pangan, dipelajari sifat fisis, mikrobiologis, dan kimia dari bahan pangan dan proses yang mengolah bahan pangan tersebut. Spesialisasinya beragam, di antaranya pemrosesan, pengawetan, pengemasan, penyimpanan, dan sebagainya.
Sejarah teknologi pangan dimulai ketika Nicolas Appert mengalengkan bahan pangan, sebuah proses yang masih terus berlangsung hingga saat ini. Namun ketika itu, Nicolas Appert mengaplikasikannya tidak berdasarkan ilmu pengetahuan terkait pangan. Aplikasi teknologi pangan berdasarkan ilmu pengetahuan dimulai oleh Louis Pasteur ketika mencoba untuk mencegah kerusakan akibat mikroba pada fasilitas fermentasi anggur setelah melakukan penelitian terhadap anggur yang terinfeksi. Selain itu, Pasteur juga menemukan proses yang disebut pasteurisasi, yaitu pemanasan susu dan produk susu untuk membunuh mikroba yang ada di dalamnya dengan perubahan sifat dari susu yang minimal.
Sejarah Teknologi pangan di Indonesia menyangkut beberapa aspek, disamping aspek program pendidikan juga berhubungan erat dengan sejarah perkembangan institusi, bidang IPTEK, SDM (Staff, lulusan), prasarana dan fasilitas, juga menyangkut perkembangan lapangan kerja, industri dan perdagangan produk pangan serta dinamika masyarakat dan trend konsumsi pangan

Manfaat Teknologi Pangan

Adanya teknologi pangan sangat mempengaruhi ketersediaan pangan. Alam menghasilkan bahan pangan secara berkala, sementara kebutuhan manusia akan pangan adalah rutin. Kita tidak mungkin menunda kebutuhan jasmani hingga masa panen tiba. Oleh karena itu, terciptalah teknologi pengawetan sehingga makanan dapat disimpan untuk jangka waktu yang cukup lama. Teknik pengawetan juga memungkinkan untuk mendistribusikan bahan pangan secara merata ke seluruh penjuru dunia. Dulu, orang-orang di Eropa tidak bisa menikmati makanan-makanan Asia. Tetapi sekarang karena teknologi pangan setiap bangsa dapat menikmati makanan khas bangsa lainnya.

Wednesday, April 5, 2017

Substansi Ekstraseluler Stapylococcus


Stapylococcus dapat menyebabkan penyakit baik melalui kemampuannya untuk berkembang biak dan menyebar luas di jaringan serta dengan cara menghasilkan berbagai substansi ekstraseluler. Beberapa substansi tersebut adalah: (Jawetz, 1997 dan Sherris et al., 2004) 

  1. Katalase. Stapylococcus menghasilkan katalase, yang mengubah hidrogen peroksida menjadi air dan oksigen 
  2. Koagulase dan Faktor Pengumpal. Stapylococcus menghasilkan koagulase, suatu protein mirip enzim yang dapat menggumpalkan plasma yang mengandung oksalat atau sitrat. Memproduksi koagulase dianggap sama dengan memiliki potensi menjadi patogen invasif. Faktor koagulasi adalah kandungan permukaan Staphylococcus aureus yang berfungsi melekatkan organisme ke fibrin atau fibrinogen. Bila berada di dalam plasma, Stapylococcus aureus membentuk gumpalan. 
  3. Enzim lain. Enzim-enzim lain yang dihasilkan oleh staphylococcus antara lain adalah hialuronidase, atau faktor penyebar. 
  4. Eksotoksin. Alfa toksin merupakan protein heterogen yang bekerja dengan spektrum luas pada membrane sel eukariot. Alfa toksin merupakan hemolisin yang kuat. Beta toksin dapat menguraikan sfingomielin sehingga toksin untuk berbagai sel, termasuk sel darah merah manusia. Delta toksin melisiskan sel darah merah manusia dan hewan. Lamda toksin bersifat heterogen dan terurai menjadi beberapa subunit pada deterjen non ionik. Toksin tersebut mengganggu membrane biologik dan dapat berperan pada penyakit diare akibat Staphylococcus aureus. 
  5. Leukosid. Toksin Staphylococcus aureus ini memiliki dua komponen. Leukosid dapat membunuh sel darah putih manusia dan kelinci. Kedua komponen tersebut bekerja secara sinergi pada membran sel darah putih membentuk pori-pori dan meningkatkan permeabilitas kation. 
  6. Toksin. Eksfoliatif Toksin ini menyebabkan pemisahan interseluler lapisan epidermis antara stratum spinosum dan stratum granulosum, mungkin melalui disrupsi tautan interseluler. Terdapat dua varian toksin eksoliatif, yaitu varian yang bersifat antigenik pada manusia dan varian yang bertindak sebagai antibodi yang memberi efek anti toksik terhadap toksin itu sendiri. 
  7. Enterotoksin. Enterotoksin merupakan penyebab penting dalam keracunan makanan; enterotoksin dihasilkan bila Staphylococcus aureus tumbuh di makanan yang mengandung karbohidrat dan protein. Enterotoksin juga tahan terhadap panas dan resisten terhadap kerja enzim usus.

Taksonomi Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus 

Taksonomi dari bakteri Staphylococcus aureus adalah sebagai berikut (Soemarno, 2000) : 
Ordo: Eubacteriales Famili: Micrococcacea Genus: Staphylococcus Spesies: Staphylococcus aureus 
Stapylococcus merupakan bakteri gram positif berbentuk kokus bulat, berdiameter sekitar 1 mikron tersusun dalam kelompok yang tidak teratur seperti kelompok buah anggur. Bakteri ini dapat dibiakkan baik pada keadaan aerob maupun anaerob dan bersifat tidak bergerak, tidak berkapsul, dan tidak berspora. (Kayser et al., 2005). Suhu optimal bagi bakteri Staphylococcus untuk berkembang adalah pada suhu 37C, tetapi suhu optimal bagi bakteri ini untuk menghasilkan pigmen adalah pada suhu kamar (20-25C). Pada media agar, bakteri tersebut memiliki karakteristik koloni berbentuk bulat, diameter 1-2 mm, cembung, buram, mengkilat dan konsistensinya lunak. Warnanya yang khas adalah kuning atau coklat keemasan (Jawetz, 2007).

Stapylococcus ditemukan sebagai flora normal pada kulit, saluran pernapasan, dan saluran cerna manusia. Stapylococcus aureus merupakan penyebab infeksi piogenik kulit yang paling sering dan juga merupakan spesies yang paling patogen. Bakteri tersebut mampu menimbulkan penyakit-penyakit yang berspektrum luas pada manusia dimulai dari penyakit yang disebabkan oleh toxin, seperti toxic shock syndrome, sampai dengan penyakit-penyakit yang mematikan seperti septicemia, endocarditis, pneumonia, dan osteomyelitis (Nickerson et al., 2009).

Monday, April 3, 2017

Ketahanan Pangan Berbasis Kedaulatan dan Kemandirian Pangan


Politik Pangan merupakan komitmen pemerintah yang ditujukan untuk mewujudkan ketahanan Pangan nasional yang berbasis Kedaulatan Pangan dan Kemandirian Pangan. Kedaulatan Pangan mencerminkan hak menentukan kebijakan secara mandiri, menjamin hak atas Pangan bagi rakyat, dan memberi hak bagi masyarakat untuk menentukan sistem usaha sesuai dengan potensi sumber daya dalam negeri. Sedangkan Kemandirian Pangan merupakan wujud kemampuan negara memproduksi Pangan di dalam negeri secara bermartabat. Terwujudnya ketahanan pangan hanyalah ultimate goal, karena sejatinya pencapaian akhir yang diharapkan dari kondisi tersebut adalah ketahanan nasional yang tangguh.
Politik Pangan ini penting ditegaskan kembali karena pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang paling dasar, sehingga semua bangsa berupaya untuk mencukupi kebutuhan pangan seluruh warga negaranya dan menyimpan sebagian untuk cadangan pangan nasional.
Indonesia memerlukan politik pangan berbasis kedaulatan dan kemandiran pangan didasarkan atas pertimbangan kondisi lingkungan internal dan eksternal serta analisis kekuatan, kelemahan, peluang dan hambatan yang dihadapi Indonesia.
Ditinjau dari kondisi global, konsumsi pangan akan cenderung meningkat di seluruh dunia. Proyeksi UN menyebutkan populasi penduduk dunia di tahun 2050 mencapai lebih dari 9 miliar jiwa, memerlukan tambahan pangan sebesar 70% dibandingkan sekarang.
Di masa depan diprediksi akan terjadi kelangkaan pangan yang diakibatkan oleh beberapa hal seperti kerusakan lingkungan, konversi lahan, tingginya harga bahan bakar fosil, pemanasan iklim dan lain-lain. Hal ini mengakibatkan negara produsen pangan akan mengamankan produksinya untuk kebutuhan dalam negeri dan bahkan meningkatkan impor pangan untuk mengamankan stok dalam negerinya.
Namun dengan keragaman sumberdaya dan kondisi lingkungan yang berbeda-beda maka setiap negara memiliki cara sendiri untuk mewujudkan ketahanan pangan nasionalnya.
Penelitian Zoelick (former President World Bank) yang mengamati progress pertumbuhan ekonomi di 101 negara pada tahun 1960 dan 2012, menunjukkan bahwa hanya negara-negara yang konsisten membangun ketahanan pangannya, menyediakan infrastruktur yang mengkoneksi antar wilayah dan memberikan perlindungan sosial bagi warga negaranya yang mampu terlepas dari jeratan "middle income trap".
Indonesia tidak akan terjebak sebagai negara middle income trap karena politik pangan yang dilaksanakan oleh pemerintah tetap konsisten di jalurnya. Sektor pertanian/pangan menjadi prioritas dalam pembangunan. Produksi pangan dalam negeri terus ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat yang terus tumbuh baik jumlah maupun keragaman jenis pangannya.
Golongan menengah di Indonesia juga meningkat, ini berarti konsumsi bahan pangan lebih banyak lagi. Saat ini Indonesia memiliki 45 juta pangsa klas konsumen dan pada tahun 2030, akan tumbuh menjadi 135 juta. Demikian pula market opportunities dari 0,5 milyar menjadi 1,8 milyar di tahun 2030.
Sistem logistik dan distribusi pangan menjadi perhatian pemerintah dalam politik pangan nasional untuk memastikan bahwa ketahanan pangan dinikmati oleh setiap orang di Indonesia hingga ke pulau terdepan dan di daerah yang sulit terjangkau sekalipun.
Untuk menghubungkan antar wilayah dan mempersingkat waktu tempuh bahan pangan, pemerintah memfokuskan pada pembangunan infrastruktur dan konektivitas antar wilayah Indonesia.
Menyadari pentingnya penataan sistem logistik dalam persaingan domestik dan internasional, Indonesia telah menyusun blueprint pengembangan logistik yang menelaah jarak geografis antara kota-kota besar di Indonesia dan Singapore. Hal ini dilakukan agar biaya translaut dan kontainer dari sentra produksi ke sentra konsumen tidak lebih mahal jika dibandingkan pengiriman ke Singapura.
Kekuatan Indonesia
Indonesia diuntungkan oleh bonus demografi dengan tingginya jumlah angkatan muda dan mulai dirasakan pengaruhnya pada perekonomian nasional. Arus urbanisasi menyebabkan pertumbuhan daerah perkotaan sehingga menambah pangsa kelas konsumen.
Indonesia juga terbukti mampu mengendalikan laju inflasi, menurunkan tingkat kemiskinan dan angka pengangguran. Untuk mengimbanginya, maka pemenuhan pangan harus dilakukan dengan cara meningkatkan produksi dan produktivitasnya melalui intensifikasi (bukan ekstensifikasi), diversifikasi konsumsi melalui pengembangan pangan lokal, peningkatan daya saing, dan menurunkan kehilangan paska panen dan value-chain.
Pangan lokal dikembangkan karena Indonesia memiliki keragaman hayati yang sangat kaya dan belum dimanfaatkan secara optimal. Keanekaragaman tersebut mencakup tingkat ekosistem, tingkat jenis, dan tingkat genetik, yang melibatkan makhluk hidup beserta interaksi dengan lingkungannya.
Produsen pangan nasional sudah saatnya menghidupkan kembali sumber-sumber pangan lokal untuk menghentikan kemerosotan keragaman varietas jenis pangan yang dibudidayakan oleh petani. Apabila kondisi ini terus dikembangkan di seluruh wilayah nusantara, maka kemampuan nasional untuk meningkatkan produksi pangan pasti akan meningkat sekaligus menghindarkan ketergantungan terhadap jenis pangan tertentu.
Kekuatan lain yang dimiliki oleh Indonesia adalah konsumen domestik yang besar menjadi pasar dalam negeri yang potensial untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Disamping itu pemerintah telah berhasil dalam melakukan pengendalian tingkat inflasi, penurunan tingkat kemiskinan dan pengangguran.
Di sisi lain, situasi dunia akibat perubahan iklim dan faktor-faktor yang lain, seringkali menyebabkan supply pangan global terganggu sehingga menimbulkan fluktuasi harga secara cepat. Perdagangan bebas dan Free Trade Area akan menciptakan global economic connectivity dan borderless state. Asia menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di dunia sehingga posisi Indonesia yang strategis akan mendapatkan keuntungan. Dependency ratio negara maju meningkat seiring dengan majunya pertumbuhan ekonomi negara Asia.
Situasi ini mengharuskan Indonesia memenuhi kecukupan pangannya diutamakan dari produksi dalam negeri. Potensi sumber pangan yang beragam dan letak geografis Indonesia di jalur khatulistiwa menyebabkan Indonesia relatif aman dari dampak global climate change, merupakan opportunity yang tidak boleh dilewatkan.
Diperkuat dengan meningkatnya kesadaran terhadap green economy memberikan peluang Indonesia khususnya sebagai negara penyuplai pangan dunia (feed the world).
Kemampuan memproduksi pangan nasional diimbangi dengan keberadaan lembaga pemerintah yang menjalankan fungsi sebagai stabilisator harga pangan strategis di pasar dalam negeri sekaligus mengelola sistem logistik pangan pemerintah.
Pemerintah saat ini telah menetapkan Perum BULOG menjalankan fungsi tersebut, agar harga pangan tidak berfluktuasi dan cadangan pangan untuk kondisi darurat tetap terjaga. Bulog diharapkan mampu menjaga harga pangan dipasar lokal sehingga petani menerima harga jual yang tetap memberikan keuntungan bagi usaha taninya dan konsumen dapat membeli pangan dengan harga terjangkau. Setidaknya untuk beberapa produk pangan strategis seperti beras, jagung, kedelai, gula, daging sapi dan minyak goreng.
Empat Strategi
Memperhatikan kondisi lingkungan eksternal, regulasi yang mendukung seperti MP3EI dan analisis SWOT, setidaknya terdapat empat strategi yang dapat dilaksanakan untuk melaksanakan politik pangan yang berbasis pada kedaulatan dan kemandirian.
Pertama, Regulasi. Harmonisasi implementasi Peraturan dan Undang-Undang antar kementerian lembaga/ legislatif dan antara pusat/daerah ; Sinergitas program Kementerian/ Lembaga, fokus pada sektor pertanian dalam arti luas (mencakup pertanian tanaman pangan, peternakan, hortikultura, perkebunan, perikanan, dan kehutanan) ; Alokasi anggaran APBD untuk pembangunan sektor pertanian yang signifikan; Penguatan Kelembagaan yang terkait dengan pertanian, seperti R & D, Perbankan dan penyuluhan; dan Sinergitas Akademisi, Bisnis, Government (ABG) dan LSM untuk peningkatan inovasi dan produktivitas.
Kedua, Ketersediaan. Kesungguhan Pemerintah Daerah untuk mengembangkan potensi pangan lokal di wilayah masing-masing; Revitalisasi BUMN pangan guna meningkatkan produksi untuk mendapatkan economy of scale sehingga dapat menjamin ketersediaan pangan; dan dukungan Pemerintah untuk pengembangan sistem perbenihan dan perbibitan melalui pemanfaatan hasil riset baik oleh lembaga pemerintah, perguruan tinggi, swasta, maupun masyarakat.
Ketiga, Keterjangkauan. Melakukan penataan sistem logistik melalui perbaikan infrastruktur jalan, perhubungan dan pergudangan agar dapat menurunkan biaya logistik untuk meningkatkan daya saing; Memperpendek supply chain pangan melalui peningkatan peran Bulog untuk stabilisasi harga komoditas pangan strategis dan menekan pasar yang bersifat oligopoly; dan Membangun Sistem Pengawasan terhadap distribusi pangan dan berbagai subsidi input produksi.
Keempat, Ketercukupan Gizi. Perbaikan gizi masyarakat melalui peningkatan konsumsi protein dan menurunkan konsumsi karbohidrat sesuai dengan Pola Pangan Harapan; Peningkatan diversifikasi konsumsi pangan lokal melalui pengembangan dan pemanfaatan sumber pangan di masing-masing wilayahnya; Modernisasi industri pangan lokal mulai dari pengolahan hingga pengemasan sehingga dapat menjadi kebanggaan dan sumber pendapatan baru bagi masyarakat daerah; Peningkatan keamanan pangan untuk menjamin keselamatan konsumen melalui pemberdayaan Badan POM dan Laboratorium Universitas di masing-masing daerah.
Yang jelas, pelaksanaan Politik Pangan Indonesia memerlukan sikap dan tindakan yang konsisten dan dinamis berdasarkan pertimbangan perkembangan lingkungan eksternal dan dihadapkan dengan analisis SWOT guna meningkatkan daya saing untuk menuju Indonesia Incorporated.
Juga, penjabaran Politik Pangan membutuhkan sinergitas pemerintah pusat dan daerah, antar kementerian/lembaga dengan melibatkan peran aktif perguruan tinggi, pelaku usaha, dan masyarakat dalam membentuk regulasi untuk membangun ketahanan pangan (ketersediaan, keterjangkauan dan ketercukupan gizi) sehingga dapat mewujudkan Indonesia Feed the World.
Oleh: Prof. Dr. Jusuf
Staf Khusus Presiden Bidang Pangan dan Energi

Solusi Kreatif : Pengolahan Limbah Batik Ala Mahasiswa FTP UB


Kerajinan batik merupakan salah satu sektor industri kreatif yang berpotensi untuk berkontribusi dalam perekonomian bangsa. Mengingat peran batik yang telah menjadi identitas bangsa dan harus di lestarikan, maka tak heran jika banyak tempat produksi batik yang saling bersaing untuk membuat batik. Banyaknya usaha yang memproduksi batik ini membuat limbah cair yang dihasilkan juga banyak seiring dengan produktivitasnya. Limbah cair ini sering dibuang begitu saja tanpa adanya pengolahan terlebih dahulu. Dari sinilah Tim Awast  berinovasi untuk membuat alat pengolahan limbah batik. Awast sendiri merupakan nama singkatan  Automatic Waste Treatment. Tim ini membuat inovasi alat berupa teknologi pengolahan air limbah batik aplikatif dan solutif berbasis automatisasi sistem.
Tim Awast beranggotakan 5 orang mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya yang terdiri dari Fidyah, Nestya, Zahwa, Rezita, Fajar telah mengakui bahwa kurangnya kepedulian masyarakat terhadap lingkungan menjadikan motivasi awal untuk membuat teknologi ini. Awast bimbingan Endrika Widyastuti, SPt. MSc. MP dijadikan salah satu solusi untuk mengolah air limbah hasil pewarnaan batik yang diharapkan air hasil limbah ini bisa digunakan kembali untuk pewarnaan batik. Tim Awast memilih UKM Batik Blimbing sebagai mitra dari penggunaan alat Awast. Tingginya kadar BOD,COD, dan TSS pada UKM Batik Belimbing sangat cocok untuk dilakukan treatment menggunakan Awast.
Awast didesain khusus menyerupai lemari yang terdapat rak-rak di dalamnya untuk mengolah limbah cair batik yang aplikatif dan solutif dengan menerapkan sistem koagulasi, sedimentasi, dan adsorpsi dengan menggunakan prinsip automatisasi sistemyaitu sebuah autotimer pemindahan air dari chamber ke chamber selanjutnya. AWAST tersusun dari komponen yang ramah lingkungan dan mudah untuk digunakan sehingga AWAST merupakan tekbologi pengelolaan limbah cair yang aplikatif diterapkan untuk usaha kecil menengah.
Bahan baku dari alat Awast ini yaitu bioball, kultur bakteri, tawas, batu zeloit, arang aktif yang nantinya akan dimasukkan ke dalam setiap rak penampungan. Bioball digunakan sebagai rumah kultur bakteri agar nantinya bakteri membuat biofilm di bioballnya dan dapat mendegradasi komponen limbah tersebut. Kemudian tawas digunakan untuk mengendapkan limbah batik. Arang aktif dan batu zeloit digunakan untuk tahap penyaringan yang nantinya diharapkan bisa menghasilkan air yang bersih. Air bersih ini digunakan untuk pencucian kembali batik dari UKM Belimbing yang ada di Kota Malang.
Sumber : tp.ub.ac.id

Proses Pembuatan Gula

Sumber foto : gresnews

Proses Pembuatan Gula

Pembuatan gula dari tebu adalah proses pemisahan sakharosa yang terdapat dalam batang tebu dari zat-zat lain seperti air, zat organic, sabut. Pemisahan dilakukan secara bertingkat dengan jalan tebu digiling dalam beberapa mesin penggiling sehingga diperoleh cairan yang disebut nira.
Menurut Suparmo dan Sudarmanto (1991) proses pembuatan gula dari bahan baku sampai menjadi gula melalui beberapa stasiun, yaitu sebagai berikut:

1. Stasiun Persiapan

Tujuannya untuk mempersiapkan tebu yang akan digiling. Persiapan ini meliputi pengangkutan, penimbangan dan pengaturan ukuran tebu sebelum masuk stasiun penggilingan.

2. Stasiun Gilingan

Tujuannya untuk mendapatkan nira sebanyak-banyaknya dan mengusahakan kandungan nira yang terdapat dalam ampas sekecil-kecilnya. Prinsip stasiun giling memerah tebu agar memperoleh cairan nira dan ampas tebu.

3. Stasiun Pemurnian

Dengan proses sulfitasi, nira dipisahkan dari kotorannya untuk memperoleh nira jernih. Menghilangkan kotoran yang terdapat di dalam nira agar tidak mengganggu proses pengkristalan guna memperoleh gula yang lebih murni.
Menurut Nurono (1980), pembuatan gula terdiri atas tiga metode yaitu:
a. Teknik Defekasi
Teknik defekasi dilakukan untuk pembuatan kristal gula pasir yang kasar dalam tingkatan gula HS (Hoofd Suiker). Teknik ini nira mentah diberi air kapur dalam perbandingan sebagai berikut: I 000 I mra mentah dicampur dengan 3-6 I air kapur. Keadaan ini menyebabkan reaksi alkalis mendominir sifat nira mentah tersebut. Sifat alkalis nira mentah menjamin amannya kandungan sukrosa yang terdapat didalamnya, oleh karena asam-asam yang ada telah dinetralisir.
b. Teknik sulfitasi
Teknik sulfitasi ini digunakan untuk memperoleh mutu gula pasir yang tinggi yaitu gula yang tergolong dalam tingkat SHS (Superieur Hoofd Suiker), dimana nira mentah diberi air kapur dalam jumlah yang lebih ban yak yaitu 6-9 I air kapur untuk I 000 I nira mentah. Campuran ini jika dibiarkan dalam waktu yang cukup lama akan menjadi berwarna hitam dengan terbentuknya reaksi air kapur dan gula-gula reduksi. Cara mengatasi hal-hal yang tidak diinginkan tersebut maka kedalam campuran tadi dialiri gas SO2 yang akan menetralisir kelebihan air kapur sampai pH netral. Teknik sulfitasi ini menghasilkan gula pasir yang bersih dan putih.
c. Teknik Karbonatasi
Teknik ini menggunakan air kapur lebih ban yak lagi, yakni 70-100 I air kapur untuk 1000 I nira mentah. Pencampuran air kapur terse but dilakukan secara bertahap dengan suhu nira mentah tidak boleh lebih dari 55° C. Keadaan ini untuk mencegah tejadinya reaksi antara air kapur dengan gula reduksi yang menyebabkan terjadinya wama hitam. Nira mentah tersebut dialiri dengan karbondioksida menjadi kalsium karbonat sedangkan kelebihan gas karbondioksida akan ikut keluar bersama dengan nira mentah. Nira mentah disaring dan filtratnya diberi air kapur lagi kemudian kembali ditiupkan gas karbondioksida sebanyak-banyaknya. Setelah itu, nira tersebut disaring dengan saringan halus. Teknik ini disebut teknik karbonatasi ganda. Selanjutnya nira mentah yang sudah bersih tersebut dialiri gas S02 supaya gula yang dihasilkan berwama putih bersih. Nira mentah yang sudah dibersihkan secara defekasi, sulfitasi maupun kabonatasi pada umumnya masih banyak mengandung air sehingga kadar gula rata-rata didalamnya sekitar 15%. Nira mentah demikian disebut sebagai nira tipis (Nurono, 1980).

4. Stasiun Penguapan

Menguapkan sebagian besar air yang terkandung dalam nira encer guna mendapatkan nira kental. Penguapan dilakukan pada tekanan vakum. Uap yang dihasilkan dari evaporator digunakan untuk menguapkan air pada evaporator berikutnya untuk menghemat bahan bakar.

5. Stasiun Masakan

Nira kental dipanaskan sampai membentuk kristal dengan ukuran tertentu.

6. Stasiun Putaran

Kristal gula dipisahkan dari larutan induknya pada centrifuge gula untuk mendapatkan kristal gula yang bersih.

7. Stasiun Penyelesaian

Kristal gula dikeringkan, diayak, selanjutnya dimasukkan ke dalam karung dan disimpan dalam gudang.

Menurut Moerdokusumo (1993) angka-angka standar giling adalah:
1) Stasiun Persiapan

  • Sisa tebu < 20% kapasitas giling
  • Kotoran minimum < 5%

2) Stasiun Gilingan

  • HPB (Hasil bagi Perahan Brix) I> 65%, HPB adalah jumlah brix dalam nira mentah persatuan berat tebu.
  • HPB total> 92%
  • Tekanan hidrolik 150 kg/cm2

3) Stasiun Pemumian

  • Kualitas wama nira jemih < 50 (standar ICUMSA Comissionfor Uniform Methods of Sugar Analist)
  • Kadar kapur < 600 ppm (part per million)
  • Kadar phosphat kurang lebih 300 ppm
  • Suhu peruanas I 70-75° C
  • Suhu pemanasan II 100-105° C
  • Suhu pemanasan III 105-110° C
  • pH nira encer terkapur ( defekator I) 7,1
  • pH nira encer terkapur (defekator II) 9,4 pH nira encer tersulfitir 7,2-7,4
  • Kapur:


  1. Kadar CaO > 90%
  2. CaO aktif dalam air kapur > 90%
  3. Dosis kapur 1,1-1,2 kwintal/1 00 ton tebu
  4. Susu kapur 5-7° Be (Bourne)


  • Belerang:


  1. Kadar S > 95,5%
  2. Dosis 45-60 kg/ton tebu
  3. Suhu mantel tobong ± 75° Be
  4. Kadar abu 0, I%
  5. Bituminuos substance 0,1%


  • Flokulan sesuai dengan standar P3GI (Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia) 2,5-3 ppm tebu
  • Persen pol blotong < 1,5%
  • Penggunaan bahan pembantu:


  1. Kapur 1,1-1 ,2 kwintal/1 00 ton tebu
  2. Belerang 4,5-60 kwintal/1 00 ton tebu
  3. Flokulan 250-300 g/1 00 ton tebu
  4. Susu kapur 5-7° Be
  5. Gas S02 8-12%

4) Stasiun Penguapan

  • Tekanan uap bekas 0,5-0,8 kg/cm2 gauge
  • Kadar air/m Lp/jam >24
  • % brix nira ken tal > 60
  • Hampa badan akhir 63-66 cmHg
  • Suhu air injeksi < 36°C
  • Suhu air jatuhan 48° C
  • Pengaturan tekanan hampa dan tekanan drop

5) Stasiun Masakan

  • Vakum pan masak 63-66 cmHg
  • % brix masakan: 93,5- 98,99 %
  • Pemerahan masakan: 65-75
  • Lama masakan: 2-6 jam
  • Masakan: 15-20 % atau < 12 %
  • Lama pendinginan: 2-4 jam atau  > 12 jam

6) Stasiun Putaran

  • HK (Harga Kemurnian) gula > 98%
  • HK molasses < 30%
  • % brix sirup A/B 81/83
  • % brix molasses 92-94


Pengertian dan Komposisi Gula Pasir

Sumber foto : harianriau.co

Pengertian Gula Pasir
Gula pasir atau sukrosa adalah hasil dari penguapan nira tebu (Saccharum officinarum). Gula pasir berbentuk kristal berwarna putih dan mempunyai rasa manis. Gula pasir mengandung sukrosa 97,1%, gula reduksi 1,24%, kadar airnya 0,61%, dan senyawa organik bukan gula 0,7% (Suparmo dan Sudarmanto, 1991). Sukrosa ini kristalnya berbentuk prisma monoklin dan berwama putih jemih. Wama tersebut sangat tergantung pada kemumiannya. Bentuk kristal mumi dapat tahan lama bila disimpan dalam gudang yang baik. Gula dalam bentuk larutan yang baik ketika masih berada dalam batang tebu maupun ketika masih berada dalam larutan. Bentuk gula selama proses dalam pabrik tak tahan lama dan akan cepat rusak karena terjadi hidrolisis/inversi/penguraian. Inversi adalah peristiwa pecahnya sukrosa menjadi gula-gula reduksi (glukosa, fruktosa,dan sebagainya).
          C12H22011 + H20                →      C6H12 + C6H12
                                                sukrosa                            glukosa     fruktosa
Gula komersial di dapat dari gula tebu dengan memumikan air tebu, menguapkan airnya dan selanjutnya mengkristalkan gula. Hasil gula komersial ini mengandung sukrosa 99,99 %. Densitas dari kristal gula kira-kira 1,6 g/ml. Densitas dari gula pasir dapat berubah-ubah tergantung pada bentuk dan sifat beraturan dari kristal yaitu antara 0,8- 1,0 g/ml.
Menurut Fenemma (1996), gula berfungsi sebagai sumber nutrisi dalam bahan makanan, sebagai pembentuk tekstur dan pembentuk flavor melalui reaksi pencoklatan. Menurut Buckle, dkk (2007) daya larut yang tinggi dari gula dan daya mengikatnya terhadap air merupakan sifat-sifat yang menyebabkan gula sering digunakan dalam pengawetan bahan pangan. Konsentrasi yang cukup tinggi pada olahan pangan dapat mencegah pertumbuhan bakteri, sehingga dapat berperan sebagai pengawet. Komposisi kimia gula pasir dalam 100 gram bahan dapat dilihat pada Tabel 1.
                       Tabel 1.  Komposisi Kimia Gula Pasir dalam 100 gram bahan
Komponen
Jumlah
Kalori
Protein (gram)
Lemak (gram)
Karbohidrat (gram)
Kalsium (mg)
Fosfor (mg)
Besi (mg)
Vitamin A(SI)
Vitamin C (mg)
Air (gram)
364
0
0
94
5
1
0
0
0
5,40
Sumber : (Fieser, 1957)
Di dalam teknologi pangan, sukrosa dapat berperan sebagai pemanis, pengawet, substrat fermentasi serta dapat untuk memodifikasi tekstur.

Thursday, March 2, 2017

Sambutan Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian – FTP UB


Saat ini dunia dihadapkan oleh beberapa masalah yang  pelik antara lain krisis pangan dan kekurangan gizi, krisis energi serta krisis lingkungan. Fenomena krisis pangan dan kekurangan gizi banyak kita amati terutama di belahan bumi negara-negara berkembang. Demikian juga krisis energi semakin terasa dimana kita terus-menerus berpacu mengkonsumsi energi tak terbarukan karena dampak dari lonjakan jumlah penduduk yang luar biasa. Ditambah lagi kurangnya rasa tanggung jawab terhadap lingkungan sehingga menjadikan suramnya kualitas lingkungan.
Kami percaya bahwa kekuatan dan masa depan suatu bangsa tergantung sepenuhnya pada kualitas sumber daya manusia (SDM). Dalam hal ini, Institusi pendidikan memiliki peran yang sangat vital dalam mencetak SDM yang berkualitas.  Untuk itu, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian (THP) sebagai pusat pengembangan ilmu dan pusat penelitian memiliki misi untuk menciptakan lulusan atau SDM yang berkompeten di bidang ilmunya, inovatif, kreatif serta memiliki rasa tanggung jawab sosial yang tinggi. Dengan didukung SDM yang handal dan komitmen yang tinggi, Jurusan THP yang meliputi Program S1 yang terdiri dari PS ITP dan Bioteknologi Industri, Program S2 dengan ke-3 minatnya yaitu Ilmu dan Teknologi Pangan, Bioteknologi Pangan & Agroindustri dan Nutrisi Pangan akan mampu berkontribusi dalam menangani krisis global serta memajukan bangsa.
Pengembangan teknologi yang inovatif akan terus kami tingkatkan dengan memperkuat penelitian (academic research) baik di bidang pangan maupun non pangan. Untuk itu, kerjasama yang kuat (robust collaboration) dengan berbagai pihak akan terus kami kembangkan.
Dengan prestasi yang semakin gemilang baik di tingkat nasional maupun internasional, Jurusan THP dengan penuh semangat akan semakin terus melaju dalam melangkah. Kami mengajak kepada seluruh anggota Jurusan THP bersama-sama bergandeng tangan meraih yang terbaik untuk dapat memberikan yang terbaik kepada bangsa Indonesia tercinta. Do the Best and be the Best!
Salam Hangat,
Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian – FTP UB

Prof. Dr. Teti Estiasih, STP., MP