Tuesday, April 21, 2020

Tinjauan Umum Bakpia (Kue Pia)


Bakpia adalah makanan yang terbuat dari campuran kacang hijau dengan gula yang dibungkus dengan tepung lalu dipanggang. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bakpia atau kue kering, berbentuk bundar agak pipih, bagian luarnya mudah remuk, terbuat dari terigu dengan isi kacang hijau. Isi bakpia saat ini sangat variatif, tidak hanya menyajikan rasa kacang hijau melainkan coklat, keju dan kumbu hitam. Rasanya yang legit karena terbuat dari campuran kacang hijau dan gula pasir lalu dibungkus dengan adonan tepung dengan sedikit minyak nabati (Ihsan, 2010). 

Nilai gizi yang terkandung dalam 100 gram Bakpia adalah Energi 272 kkal, Lemak 6,7 g, Protein 3,7 g, Karbohidrat 44,1 g, Zat Besi 4,5 mg, Fosfor 117 mg, Kalsium 194 mg.

Bakpia sebenarnya berasal dari negeri cina, dengan nama asli “Tau Luk Pia”, yang artinya kue pia atau kue kacang hijau. Kue ini pertama kali diproduksi di kampung Pathuk Yogyakarta pada tahun 1948. Saat itu bakpia pathuk masih diperdagangkan secara eceran, dikemas dalam besek tanpa merek. Tahun 1980an mulai tampil kemasan baru dengan merek dagang sesuai dengan nomor rumah, diikuti dengan munculnya bakpia-bakpia lain dengan merek dagang yang bervariasi. Dengan pesatnya perkembangan, kue oleh oleh ini menjadi sangat terkenal sejak tahun 1992.

Di balik sejarah dan cita rasanya yang enak, pembuatan bakpia tidak begitu sulit. Untuk pembuatan kulit bakpia, gula dan garam dicampur lalu masukkan di dalam air diaduk hingga larut. Setelah itu masukkan tepung terigu sedikit demi sedikit lalu diaduk hingga menjadi adonan. Proses pencampuran semua bahan ini paling lama diperlukan waktu setengah jam sampai kalis atau semua adonan tercampur. Isi bakpia terbuat dari kacang hijau yang dipecah dan direndam selama 3 hari selanjutnya dicuci serta dikukus selama satu jam. Kemudian, dihaluskan dan dimasak dengan minyak, garam, dan gula pasir. Langkah terakhir yaitu membentuk adonan kulit yang diisi dengan kacang hijau dengan bentuk bulat pipih dan di panggang kurang lebih 15-20 menit (Widya Kumalasari, 2015).

Monday, April 3, 2017

Solusi Kreatif : Pengolahan Limbah Batik Ala Mahasiswa FTP UB


Kerajinan batik merupakan salah satu sektor industri kreatif yang berpotensi untuk berkontribusi dalam perekonomian bangsa. Mengingat peran batik yang telah menjadi identitas bangsa dan harus di lestarikan, maka tak heran jika banyak tempat produksi batik yang saling bersaing untuk membuat batik. Banyaknya usaha yang memproduksi batik ini membuat limbah cair yang dihasilkan juga banyak seiring dengan produktivitasnya. Limbah cair ini sering dibuang begitu saja tanpa adanya pengolahan terlebih dahulu. Dari sinilah Tim Awast  berinovasi untuk membuat alat pengolahan limbah batik. Awast sendiri merupakan nama singkatan  Automatic Waste Treatment. Tim ini membuat inovasi alat berupa teknologi pengolahan air limbah batik aplikatif dan solutif berbasis automatisasi sistem.
Tim Awast beranggotakan 5 orang mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya yang terdiri dari Fidyah, Nestya, Zahwa, Rezita, Fajar telah mengakui bahwa kurangnya kepedulian masyarakat terhadap lingkungan menjadikan motivasi awal untuk membuat teknologi ini. Awast bimbingan Endrika Widyastuti, SPt. MSc. MP dijadikan salah satu solusi untuk mengolah air limbah hasil pewarnaan batik yang diharapkan air hasil limbah ini bisa digunakan kembali untuk pewarnaan batik. Tim Awast memilih UKM Batik Blimbing sebagai mitra dari penggunaan alat Awast. Tingginya kadar BOD,COD, dan TSS pada UKM Batik Belimbing sangat cocok untuk dilakukan treatment menggunakan Awast.
Awast didesain khusus menyerupai lemari yang terdapat rak-rak di dalamnya untuk mengolah limbah cair batik yang aplikatif dan solutif dengan menerapkan sistem koagulasi, sedimentasi, dan adsorpsi dengan menggunakan prinsip automatisasi sistemyaitu sebuah autotimer pemindahan air dari chamber ke chamber selanjutnya. AWAST tersusun dari komponen yang ramah lingkungan dan mudah untuk digunakan sehingga AWAST merupakan tekbologi pengelolaan limbah cair yang aplikatif diterapkan untuk usaha kecil menengah.
Bahan baku dari alat Awast ini yaitu bioball, kultur bakteri, tawas, batu zeloit, arang aktif yang nantinya akan dimasukkan ke dalam setiap rak penampungan. Bioball digunakan sebagai rumah kultur bakteri agar nantinya bakteri membuat biofilm di bioballnya dan dapat mendegradasi komponen limbah tersebut. Kemudian tawas digunakan untuk mengendapkan limbah batik. Arang aktif dan batu zeloit digunakan untuk tahap penyaringan yang nantinya diharapkan bisa menghasilkan air yang bersih. Air bersih ini digunakan untuk pencucian kembali batik dari UKM Belimbing yang ada di Kota Malang.
Sumber : tp.ub.ac.id

Proses Pembuatan Gula

Sumber foto : gresnews

Proses Pembuatan Gula

Pembuatan gula dari tebu adalah proses pemisahan sakharosa yang terdapat dalam batang tebu dari zat-zat lain seperti air, zat organic, sabut. Pemisahan dilakukan secara bertingkat dengan jalan tebu digiling dalam beberapa mesin penggiling sehingga diperoleh cairan yang disebut nira.
Menurut Suparmo dan Sudarmanto (1991) proses pembuatan gula dari bahan baku sampai menjadi gula melalui beberapa stasiun, yaitu sebagai berikut:

1. Stasiun Persiapan

Tujuannya untuk mempersiapkan tebu yang akan digiling. Persiapan ini meliputi pengangkutan, penimbangan dan pengaturan ukuran tebu sebelum masuk stasiun penggilingan.

2. Stasiun Gilingan

Tujuannya untuk mendapatkan nira sebanyak-banyaknya dan mengusahakan kandungan nira yang terdapat dalam ampas sekecil-kecilnya. Prinsip stasiun giling memerah tebu agar memperoleh cairan nira dan ampas tebu.

3. Stasiun Pemurnian

Dengan proses sulfitasi, nira dipisahkan dari kotorannya untuk memperoleh nira jernih. Menghilangkan kotoran yang terdapat di dalam nira agar tidak mengganggu proses pengkristalan guna memperoleh gula yang lebih murni.
Menurut Nurono (1980), pembuatan gula terdiri atas tiga metode yaitu:
a. Teknik Defekasi
Teknik defekasi dilakukan untuk pembuatan kristal gula pasir yang kasar dalam tingkatan gula HS (Hoofd Suiker). Teknik ini nira mentah diberi air kapur dalam perbandingan sebagai berikut: I 000 I mra mentah dicampur dengan 3-6 I air kapur. Keadaan ini menyebabkan reaksi alkalis mendominir sifat nira mentah tersebut. Sifat alkalis nira mentah menjamin amannya kandungan sukrosa yang terdapat didalamnya, oleh karena asam-asam yang ada telah dinetralisir.
b. Teknik sulfitasi
Teknik sulfitasi ini digunakan untuk memperoleh mutu gula pasir yang tinggi yaitu gula yang tergolong dalam tingkat SHS (Superieur Hoofd Suiker), dimana nira mentah diberi air kapur dalam jumlah yang lebih ban yak yaitu 6-9 I air kapur untuk I 000 I nira mentah. Campuran ini jika dibiarkan dalam waktu yang cukup lama akan menjadi berwarna hitam dengan terbentuknya reaksi air kapur dan gula-gula reduksi. Cara mengatasi hal-hal yang tidak diinginkan tersebut maka kedalam campuran tadi dialiri gas SO2 yang akan menetralisir kelebihan air kapur sampai pH netral. Teknik sulfitasi ini menghasilkan gula pasir yang bersih dan putih.
c. Teknik Karbonatasi
Teknik ini menggunakan air kapur lebih ban yak lagi, yakni 70-100 I air kapur untuk 1000 I nira mentah. Pencampuran air kapur terse but dilakukan secara bertahap dengan suhu nira mentah tidak boleh lebih dari 55° C. Keadaan ini untuk mencegah tejadinya reaksi antara air kapur dengan gula reduksi yang menyebabkan terjadinya wama hitam. Nira mentah tersebut dialiri dengan karbondioksida menjadi kalsium karbonat sedangkan kelebihan gas karbondioksida akan ikut keluar bersama dengan nira mentah. Nira mentah disaring dan filtratnya diberi air kapur lagi kemudian kembali ditiupkan gas karbondioksida sebanyak-banyaknya. Setelah itu, nira tersebut disaring dengan saringan halus. Teknik ini disebut teknik karbonatasi ganda. Selanjutnya nira mentah yang sudah bersih tersebut dialiri gas S02 supaya gula yang dihasilkan berwama putih bersih. Nira mentah yang sudah dibersihkan secara defekasi, sulfitasi maupun kabonatasi pada umumnya masih banyak mengandung air sehingga kadar gula rata-rata didalamnya sekitar 15%. Nira mentah demikian disebut sebagai nira tipis (Nurono, 1980).

4. Stasiun Penguapan

Menguapkan sebagian besar air yang terkandung dalam nira encer guna mendapatkan nira kental. Penguapan dilakukan pada tekanan vakum. Uap yang dihasilkan dari evaporator digunakan untuk menguapkan air pada evaporator berikutnya untuk menghemat bahan bakar.

5. Stasiun Masakan

Nira kental dipanaskan sampai membentuk kristal dengan ukuran tertentu.

6. Stasiun Putaran

Kristal gula dipisahkan dari larutan induknya pada centrifuge gula untuk mendapatkan kristal gula yang bersih.

7. Stasiun Penyelesaian

Kristal gula dikeringkan, diayak, selanjutnya dimasukkan ke dalam karung dan disimpan dalam gudang.

Menurut Moerdokusumo (1993) angka-angka standar giling adalah:
1) Stasiun Persiapan

  • Sisa tebu < 20% kapasitas giling
  • Kotoran minimum < 5%

2) Stasiun Gilingan

  • HPB (Hasil bagi Perahan Brix) I> 65%, HPB adalah jumlah brix dalam nira mentah persatuan berat tebu.
  • HPB total> 92%
  • Tekanan hidrolik 150 kg/cm2

3) Stasiun Pemumian

  • Kualitas wama nira jemih < 50 (standar ICUMSA Comissionfor Uniform Methods of Sugar Analist)
  • Kadar kapur < 600 ppm (part per million)
  • Kadar phosphat kurang lebih 300 ppm
  • Suhu peruanas I 70-75° C
  • Suhu pemanasan II 100-105° C
  • Suhu pemanasan III 105-110° C
  • pH nira encer terkapur ( defekator I) 7,1
  • pH nira encer terkapur (defekator II) 9,4 pH nira encer tersulfitir 7,2-7,4
  • Kapur:


  1. Kadar CaO > 90%
  2. CaO aktif dalam air kapur > 90%
  3. Dosis kapur 1,1-1,2 kwintal/1 00 ton tebu
  4. Susu kapur 5-7° Be (Bourne)


  • Belerang:


  1. Kadar S > 95,5%
  2. Dosis 45-60 kg/ton tebu
  3. Suhu mantel tobong ± 75° Be
  4. Kadar abu 0, I%
  5. Bituminuos substance 0,1%


  • Flokulan sesuai dengan standar P3GI (Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia) 2,5-3 ppm tebu
  • Persen pol blotong < 1,5%
  • Penggunaan bahan pembantu:


  1. Kapur 1,1-1 ,2 kwintal/1 00 ton tebu
  2. Belerang 4,5-60 kwintal/1 00 ton tebu
  3. Flokulan 250-300 g/1 00 ton tebu
  4. Susu kapur 5-7° Be
  5. Gas S02 8-12%

4) Stasiun Penguapan

  • Tekanan uap bekas 0,5-0,8 kg/cm2 gauge
  • Kadar air/m Lp/jam >24
  • % brix nira ken tal > 60
  • Hampa badan akhir 63-66 cmHg
  • Suhu air injeksi < 36°C
  • Suhu air jatuhan 48° C
  • Pengaturan tekanan hampa dan tekanan drop

5) Stasiun Masakan

  • Vakum pan masak 63-66 cmHg
  • % brix masakan: 93,5- 98,99 %
  • Pemerahan masakan: 65-75
  • Lama masakan: 2-6 jam
  • Masakan: 15-20 % atau < 12 %
  • Lama pendinginan: 2-4 jam atau  > 12 jam

6) Stasiun Putaran

  • HK (Harga Kemurnian) gula > 98%
  • HK molasses < 30%
  • % brix sirup A/B 81/83
  • % brix molasses 92-94


Pengertian dan Komposisi Gula Pasir

Sumber foto : harianriau.co

Pengertian Gula Pasir
Gula pasir atau sukrosa adalah hasil dari penguapan nira tebu (Saccharum officinarum). Gula pasir berbentuk kristal berwarna putih dan mempunyai rasa manis. Gula pasir mengandung sukrosa 97,1%, gula reduksi 1,24%, kadar airnya 0,61%, dan senyawa organik bukan gula 0,7% (Suparmo dan Sudarmanto, 1991). Sukrosa ini kristalnya berbentuk prisma monoklin dan berwama putih jemih. Wama tersebut sangat tergantung pada kemumiannya. Bentuk kristal mumi dapat tahan lama bila disimpan dalam gudang yang baik. Gula dalam bentuk larutan yang baik ketika masih berada dalam batang tebu maupun ketika masih berada dalam larutan. Bentuk gula selama proses dalam pabrik tak tahan lama dan akan cepat rusak karena terjadi hidrolisis/inversi/penguraian. Inversi adalah peristiwa pecahnya sukrosa menjadi gula-gula reduksi (glukosa, fruktosa,dan sebagainya).
          C12H22011 + H20                →      C6H12 + C6H12
                                                sukrosa                            glukosa     fruktosa
Gula komersial di dapat dari gula tebu dengan memumikan air tebu, menguapkan airnya dan selanjutnya mengkristalkan gula. Hasil gula komersial ini mengandung sukrosa 99,99 %. Densitas dari kristal gula kira-kira 1,6 g/ml. Densitas dari gula pasir dapat berubah-ubah tergantung pada bentuk dan sifat beraturan dari kristal yaitu antara 0,8- 1,0 g/ml.
Menurut Fenemma (1996), gula berfungsi sebagai sumber nutrisi dalam bahan makanan, sebagai pembentuk tekstur dan pembentuk flavor melalui reaksi pencoklatan. Menurut Buckle, dkk (2007) daya larut yang tinggi dari gula dan daya mengikatnya terhadap air merupakan sifat-sifat yang menyebabkan gula sering digunakan dalam pengawetan bahan pangan. Konsentrasi yang cukup tinggi pada olahan pangan dapat mencegah pertumbuhan bakteri, sehingga dapat berperan sebagai pengawet. Komposisi kimia gula pasir dalam 100 gram bahan dapat dilihat pada Tabel 1.
                       Tabel 1.  Komposisi Kimia Gula Pasir dalam 100 gram bahan
Komponen
Jumlah
Kalori
Protein (gram)
Lemak (gram)
Karbohidrat (gram)
Kalsium (mg)
Fosfor (mg)
Besi (mg)
Vitamin A(SI)
Vitamin C (mg)
Air (gram)
364
0
0
94
5
1
0
0
0
5,40
Sumber : (Fieser, 1957)
Di dalam teknologi pangan, sukrosa dapat berperan sebagai pemanis, pengawet, substrat fermentasi serta dapat untuk memodifikasi tekstur.

Penanganan Limbah Cair Menggunakan Ampas Kopi


Peneliti di Italia menemukan fungsi baru bagi ampas kopi kering. Berton-ton ampas kopi itu diinfuskan ke dalam busa penyaring. Lalu, karet busa itu dimasukkan ke dalam kolam air yang tercemar logam berat.
Para peneliti dari ACS Sustainable Chemistry and Engineering ini menemukan bahwa ampas kopi punya senyawa kimia yang bisa menyerap logam berat seperti merkuri dan timah. Kedua senyawa logam berat itu berbahaya bagi ekosistem dan konsumsi air makhluk hidup. Jelas tidak layak pakai apabila ada air yang tercemar limbah merkuri dan timah.
Pembuatan busa penyaring itu melalui beberapa tahap. Mula-mula, mereka mengeringkan ampas kopi espresso dari kedai kopi menjadi bubuk, lalu dicampurkan dengan silikon dan gula. Setelah dicampur dan didiamkan beberapa lama, mereka memasukkannya ke dalam air, untuk menanggalkan campuran gulanya. Ini berguna untuk menciptakan lubang-lubang penyerap.
Ketika mereka memasukkan potongan-potongan busa penyaring ke dalam kolam air tercemar, mereka mengukur tingkat konsentrasi kandungan logam berat setiap detik. Hasilnya, setiap potong busa mampu menyerap 67 persen logam berat dalam waktu 30 menit. Meski begitu, solusi pembersihan limbah logam berat menggunakan ampas kopi masih perlu disempurnakan lagi.
Dr. Fragouli, kepala peneliti di ACS mengatakan, uji coba ini bisa dibuat dalam skala yang lebih besar untuk menanggulangi limbah-limbah air di seluruh dunia. Saat ini, langkah yang mereka ambil adalah menyelerasakan antara pengusaha kedai kopi dengan industri pembuang limbah merkuri dan timah.
Tercatat, setiap tahun, industri kopi dari yang mikro hingga makro memproduksi sekitar 6 milyar ampas kopi. Fragouli mengatakan pihaknya berencana akan membuat busa dengan ukuran yang lebih besar.

Sunday, January 29, 2017

Pengendalian Mutu (Quality Control)


Pengendalian mutu adalah kegiatan terpadu mulai dari pengendalian standar mutu bahan, standar proses pengolahan bahan, barang setengah jadi, barang jadi, hingga pengiriman akhir ke konsumen agar sesuai dengan sepesifikasi mutu yang direncanakan.
Mutu adalah kesesuaian serangkaian karakteristik produk atau jasa dengan standar yang ditetapkan perusahaan berdasarkan syarat, kebutuhan dan keinginan konsumen. Segala aspek termasuk pengertian dan pemahaman terhadap hal-hal yang berkaitan dengan mutu sangat penting untuk dimiliki oleh perusahaan, baik untuk kepentingan internal maupun eksternal. Dengan persepsi yang sama mengenai mutu maka tujuan dan cita-cita mutu perusahaan dapat dicapai dengan lebih cepat dan efisien.
Pengawasan mutu adalah kegiatan yang dilakukan untuk menjamin bahwa proses yang terjadi akan menghasilkan produk sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Kegiatan pengawasan mutu adalah mengevaluasi kinerja nyata proses dan membandingkan kinerja nyata proses dengan tujuan. Hal tersebut meliputi semua kegiatan dalam rangka pengawasan rutin mulai dari bahan baku, proses produksi hingga produk akhir. Pengawasan mutu bertujuan untuk mencapai sasaran dikembangkannya peraturan di bidang proses sehingga produk yang dihasilkan aman dan sesuai dengan keinginan masyarakat dan konsumen (Puspitasari, 2004).
Terdapat empat jenis-jenis pengawasan mutu produk menurut Prawirosentono (2004), antara lain adalah sebagai berikut:
1.    Pengawasan Mutu Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan sesuai dengan mutu yang direncanakan. Hal ini perlu diamati sejak rencana pembelian bahan baku, penerimaan bahan baku di gudang, penyimpanan bahan baku di gudang, sampai dengan saat bahan baku tersebut akan digunakan. Mutu bahan baku sangat mempengaruhi hasil akhir dari produk yang dibuat. Bahan baku dengan mutu yang baik akan menghasilkan produk baik dan sebaliknya jika mutu bahan baku buruk akan menghasilkan produk buruk. Pengendalian mutu bahan harus dilakukan sejak penerimaan bahan baku di gudang, selama penyimpan dan waktu bahan baku akan dimasukkan dalam proses produksi.
2.    Pengawasan Proses Produksi
Bahan baku yang telah diterima gudang, selanjutnya diproses untuk diolah menjadi barang jadi. Dalam hal ini, selain cara kerja peralatan produksi yang mengolah bahan baku dipantau, juga hasil kerja mesin-mesin tersebut dipantau dengan cara statistik agar menghasilkan barang sesuai yang direncanakan. Sesuai dengan diagram alir produksi dapat dibuat tahap-tahap pengendalian mutu sebelum proses produksi berlangsung. Pengendalian mutu selama proses produksi dilakukan dengan cara mengambil contoh (sampel) pada selang waktu yang sama. Sampel tersebut dianalisis, bila tidak sesuai berarti proses produksinya salah dan harus diperbaiki.
3.    Pengawasan Produk Jadi
Pemeriksaan terhadap produk jadi dilakukan untuk mengetahui apakah produk sesuai dengan mutu yang direncanakan atau tidak. Bila produk atau produk setengah jadi sesuai dengan bentuk, ukuran dan standar mutu yang direncanakan, maka produk-produk tersebut dapat digudangkan dan dipasarkan (didistribusikan). Bila terdapat barang yang cacat, maka barang tersebut harus dibuang atau remade dan mesin perlu dikalibrasi kembali agar beroperasi secara akurat.
4.    Pengawasan Pengepakan atau Kemasan
Kemasan merupakan alat untuk melindungi produk agar tetap dalam kondisi sesuai dengan mutu. Tetapi ada pula produk yang tidak begitu memerlukan perhatian khusus dalam hal kemasan, misalnya sayuran, kelapa, singkong, dan sebagainya. Akan tetapi, tetap harus memilih alat angkut yang tepat agar produk sampai tujuan dengan mutu tetap prima.
Secara umum tujuan pengawasan mutu menurut Baedhowie dan Pranggonowati (2005) adalah sebagai berikut:
a.    Produk akhir mempunyai spesifikasi sesuai dengan standar mutu yang telah ditetapkan.
b.    Biaya desain produk, biaya inspeksi dan biaya proses produksi berjalan secara efisien.
Pelaksanaan pengendalian mutu dan kegiatan produksi harus dilaksanakan secara terus-menerus untuk mengetahui kemungkinan terjadinya penyimpangan dari rencana standar agar dapat segera diperbaiki.

Monday, January 2, 2017

Tata Letak dan Sanitasi Industri Pastry

Tata Letak dan Sanitasi Industri Pastry
2.4 Tata Letak Peralatan
          Lay out pabrik adalah cara penempatan fasilitas-fasilitas produksi guna memperlancar  proses  produksi  yang  efektif  dan  efisien.  Fasilitas pabrik  dapat  berupa  mesin-mesin,  alat-alat  produksi,  alat  pengangkutan bahan,  dan  peralatan  pengawasan.  Tujuan  utama  dari  lay  out  ini  adalah memaksimalkan  keuntungan  luas  lantai  perkaki  persegi (Lestari,2009).
Tata  letak  pabrik  merupakan  suatu  landasan  utama  dalam  dunia industri  sehingga setiap perusahaan/pabrik  pasti  membutuhkan  lay-out  dalam  menjalankan  dan mengembangkan  usahanya. Agar pembuat pastry merasa nyaman di dapur pengolahan, perlengkapannya harus dibuat berdasarkan beberapa garis pokok ergonomis (efisien dan efektif) (Nikmawati, 2013).
Lay out industry rumah tangga Ocairen kurang efisien karena alur untuk  proses membuat pastry kurang teratur meskipun mesin terletak berdekatan, tetapi pekerja harus keluar masuk kedalam dua ruangan yang berdekatan. Ruang produksi terbagi menjadi 2 ruang karena ruangan terlalu kecil dan Oven serta rak dan loyang berada diluar ruangan.  Mulai dari penyimpanan bahan baku menuju tempat pencucian tidak teratur, dimana sumber air atau wastafel tidak terdapat pada ruang produksi, melainkan terletak disudut rumah yang lain. Bahan baku disimpan berada satu ruang dan dekat dengan mixer sehingga sangat efisien dan efektif untuk pembuatan adonan. Dari pembuatan  adonan menuju  pencetakan tidak menjadi satu ruangan jadi agak susah mempercepat proses pembuatannya. Adonan harus dibawa keluar masuk dan memungkinkan terjadi kontaminasi. Setelah pencetakan menuju ke pemanggang kurang efektif karena oven berada diluar ruangan, mesipun oven tepat berada disebelah pintu tetapi pekerja harus tetap membuka menutup pintu karena pintu tidak boleh terbuka untuk menghindari adonan kering akibat dari udara yang keluar masuk. Untuk penyimpanan adonan yang tidak langsung diolah, dari tempat pembuatan adonan menuju freezer cukup jauh karena freezer berada di sudut rumah yang lain. Penempatan meja kerja dan peralatan, serta tinggi meja sudah cukup sesuai dmana diletakkan dekat dengan dinding. Hal ini sangat cocok untuk ruangan dapur yang kecil.
Untuk  mencapai  efisien  kerja,  maka  dapur  harus  diatur  dengan  baik dan praktis serta mesin dan peralatan diatur pada tempat yang tepat, sehingga selain praktis juga bisa menimbulkan rasa nyaman bagi yang bekerja di dapur. Sebaiknya dua ruangan tersebut dijadikan menjadi satu ruangan sehingga menjadi sebuah dapur atau ruang produksi yang besar dimana semua mesin dan peralatan dapat diatur berdekatan sesuai dengan alur pembuatan pastry. Selain itu dapat ditambahkan wastafel sebagai sumber air yang cukup serta air conditioner untuk mendapatkan suhu dan kelembapan yang sesuai.
Mungkin gambar lay out berikut ini dapat dijadikan rujukan :

Keterangan:
1.  Bak cuci/sink
2.  Mesin cuci piring/dish washing
3.  Meja kerja dengan lemari dingin/working table with wallboard.
4.  Mesin pengocok kepala susu
5.  Penyangga loyang beroda/bakin rack with wheel
6.  Mesin pembeku/freezer
7.  Kulkas/refrigerator
8.  Rak pendingin/cooling rack
9.  Alat penggoreng dengan penghisap uap/deep frying with exhaust fan
10.  Mesin penggiling adonan/rolling machine
11.  Mesin pembagi dan pemerata adonan/rolling machine
12.  Mesin pengaduk spiral adonan/planet mixing machine
13.  Oven/baking oven
14.  Mesin kombinasi/combination machine, terdiri dari:
  Mesin pengaduk atau planet mixing machine
  Mesin pengocok atau mixer
  Mesin penghalus/blender
  Mesin pengiris/slicer
15.  Cutter
16.  Meja bumbu/herbs table
17.  Timbangan/scale
18.  Meja kerja/working table
19.  Mesin pembeku/freezer
20.  Alat pasterisasi/pasteurisator
21.  Bak penyimpan/container
22.  Mesin pembeku es/ice machine
23.  Mesin pemanas/tempering machine 
24.  Alat pemanas/warmer
25.  Mesin pelapis coklat.
2.6 Sanitasi
Sanitasi berhubungan erat dengan kebersihan dalam pengolahan produk pangan. Suatu industri pangan harus memperhatikan sanitasi dalam memproduksi bahan pangan sehingga bahan pangan yang dihasilkan layak bermutu dan aman bagi konsumen. Menurut Ekawaty (2005) tujuan utama penerapan sanitasi adalah melindungi konsumen dari kontaminasi dan mengurangi dampak yang timbul akibat sanitasi tersebut.
Dalam  industri  pangan,  sanitasi  meliputi  kegiatan–kegiatan  secara aseptik  dalam  persiapan,  pengolahan  dan  pengemasan  produk makanan, pembersihan  dan  sanitasi  pabrik  serta  lingkungan  pabrik  dan  kesehatan pekerja.  Kegiatan  yang  berhubungan  dengan  produk  makanan  meliputi pengawasan  mutu  bahan  mentah,  penyimpanan  bahan  mentah, perlengkapan, suplai  air  yang  baik,  pencegahan  kontaminasi  makanan  pada  semua  tahap-tahap  selama  pengolahan  dari  peralatan  personalia,  dan  terhadap  hama,  serta pengkemasan dan penggudangan produk akhir (Lestari,2009).
Dalam hal ini pihak industry rumah tangga Ocairen juga sudah berupaya menjaga sanitasi selama proses pengolahan untuk menghasilkan produk yang aman untuk dikonsumsi. Aspek yang kami analisis dalam sanitasi industry rumah tangga tersebut meliputi sanitasi pekerja atau karyawan, sanitasi mesin dan peralatan, sanitasi bahan baku, dan sanitasi ruang kerja.
a.    Sanitasi pekerja atau karyawan
Sanitasi pekerja dapat mempengaruhi kualitas produk yang dihasilkan,  karena  sumber  cemaran  terhadap  produk  dapat  berasal  dari karyawan. Sanitasi pekerja meliputi pemeliharaan higienitas pribadi seperti kebersihan tubuh dan pakaian. Pekerja atau karyawan  di  suatu  pabrik  pengolahan  yang  terlibat  langsung dalam  proses  pengolahan  merupakan  kontaminasi  bagi  produk  pangan, maka  kebersihan  karyawan  harus  selalu  diterapkan. Faktor lingkungan yang tidak sesuai dengan kondisi karyawan akan mengakibatkan gangguan yang akhirnya akan  menghambat  proses  produksi.
Sanitasi pekerja pada industri rumah tangga Ocairen kurang sesuai dengan kondisi sanitasi pekerja pada umumnya, dimana pekerja tidak menggunakan penutup kepala, masker dan sarung tangan. Hal ini karena pekerja menganggap penggunaan sarung tangn tidak nyaman dan menghambat kerja atau proses produksi. Selain itu, mereka juga beranggapan bahwa selama ini kondisi tersebut tidak berpengaruh pada kualitas dan higienitas produk yang ditandai tidak adanya keluhan dari konsumen tentang kualitas produk, ataupun keracunan yang diakibatkan mengkonsumsi produk pastry dari industry rumah tangga tersebut. Mereka beranggapan bahwa semua jenis kontaminan akan mati saat pemanggangan.
Akan tetapi untuk menghindari adanya penyimpangan produk yang dihasilkan serta ketidak higienisan produk akibat kontaminasi mikroorganisme dan toksin yang tahan terhadap suhu tinggi, seharusnya diterapkan sanitasi yang sesuai menurut Ekawaty (2005), pekerja tidak diijinkan mempunyai kuku panjang terutama yang menangani bahan serta langsung. Kemudian para pekerja pria tidak diijinkan berambut panjang dan bagi wanita yang berambut panjang harus diikat. Sebelum melakukan pekerjaan atau proses produksi para pekerja harus mencuci tangan terlebih dahulu. Untuk menjaga kebersihan selama proses produksi para pekerja diwajibkan memakai celemek, penutup kepala, masker, alas kaki, dan sarung tangan.
b.    Sanitasi peralatan
Peralatan  yang  digunakan  dalam  proses  pengolahan makanan harus memiliki  sanitasi yang cukup optimal. Karena alat yang  tidak  mempunyai  sanitasi  yang  baik  akan  menjadi  sumber cemaran  bagi  produk  tersebut.  Karena  alat  yang  digunakan  akan kontak  langsung  dengan  produk  tersebut (lestari, 2009).
Sanitasi mesin dan peralatan pada industry rumah tangga Ocairen kurang baik dimana meja terdapat sedikit kotoran atau debu dimana sebelum digunakan hanya dibersihkan dengan lap, Loyang terdapat potongan kecil roti yang gosong, dan oven terlihat agak hitam dimana kaca oven tidak dapat digunakan untuk melihat adonan dalam oven. Sebenarnya upaya yang dilakukan industry rumah tangga Ocairen untuk pembersihan mesin dan peralatan sudah cukup baik. Pembersihan alat dilakukan setiap setelah pemakaian atau selesai proses produksi. Dalam pembersihan dilakuman dengan tiga tahap yaitu pencucian, pembilasan, dan peneringan. Pencucian peralatan dilakukan dengan menggunakan sabun pencuci piring untuk menghilangkan sisa adonan dan pembilasan menggunakan air kran, alat2 yang telah dicuci dikeringkan dengan meletakkan pada rak-rak. Untuk alat yang berupa mesin dan meja kerja pembersihan dilakukan dengan lap yang basah. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan alat secara berkala untuk menghindari kerusakan alat dan menjaga kebersihan alat.
c.    Sanitasi bahan baku
Sanitasi bahan baku pada industry Ocairen sudah sesuai dengan Putriani (2005) bahwas anitasi bahan baku dilakukan dari saat bahan baku diterima yang dimulai dari tingkat kualitasnya. Bahan baku yang telah diterima  disimpan dalam gudang penyimpanan yang kering dan tidak lembab sehingga mencegah pertumbuhan mikroorganisme pada bahan baku. Pada ruang penyimpanan di industry rumah tangga Ocairen tersebut tidak terdapat Air Conditioner ataupun kipas angin sehingga kondisi ruangan kering dan tidak lembab.
d.    Sanitasi  Ruangan
Menurut  Winarno  dan  Surono  (2002), agar ruangan tetap bersih dan bebas  dari  sumber  mikroba  beserta  sporanya,  dinding  ruangan  harus terbuat  dari  bahan  yang  bisa  dilap  dan  dipel  dengan  disinfektan.  Secara rutin  harus  dilakukan  pembersihan  ruangan  secara  menyeluruh.  Pada pengaturan lantai, pertemuan lantai dengan dinding harus melengkung dan kedap air, sehingga kotoran yang berbentuk padat mudah dibersihkan dan menghindari genangan air. Langit-langit harus dirancang untuk mencegah akumulasi kotoran dan  meminimalkan  kondensasi  agar  mudah dibersihkan.  Ventilasi  harus  cukup  untuk  mencegah  panas  yang  berlebih dan  dilengkapi  dengan  alat  pelindung  lain  yang  tidak  korosif.
Lantai dari industry rumah tangga tersebut sangat sesuai karena terbuat dari keramik sehingga mudah untuk dibersihkan. Pada dinding sebaiknya dilapisi anti jamur karena kemungkinan kontaminasi terbesar dari produk pastry adalah jamur. Selain itu perlu juga ditambahkan Air Conditioner untuk mendapatkan suhu dan kelembaban yang sesuai. Ventilasi dari ruang produksi memadai karena terdapatnya jendela sebagai pertukaran udara., namun sebaiknya dapat dibantu dengan memasang cerobong asap dan jendela yang cukup besar. Penerangan cukup memadai dengan memakai penerangan lampu neon yang terang dan mampu menerangi seluruh area, selain itu digunakan juga penerangan cahaya matahari dimana terdapat kaca pada atap sebagai lewatnya cahaya, hal ini sesuai dengan Lestari (2009), bahwa penerangan  yang  paling  baik  adalah  penerangan  sinar  matahari,  karena  sinar matahari mengandung semua unsur warna yang harmonis (spectrum warna).
e.    Sanitasi lingkungan sekitar industry
Sanitasi  pada  dasarnya  yaitu  membersihkan  kotoran  dalam bentuk  apapun  yang  terdapat    dalam  lingkungan  pabrik.  Ruang produksi  harus  cukup  luas  supaya  kegiatan  yang  dilakukan  dapat berjalan  lancar  serta  dilengkapi  dengan  air  yang  cukup,  saluran pembuangan yang baik untuk menunjang sanitasi. Untuk mengurangi  pencemaran  udara  letak  tempat  sampah tidak  terlalu  berdekatan  dengan  ruang  produksi. Dalam hal ini lokasi  industry rumah tangga tersebut sudah baik dimana jauh dengan jalan raya sehingga terhindar dari asap kendaraan bermotor yang bisa masuk keruangan produksi. Akan tetapi dalam ruang produksi tidak dilengkapi dengan air yang cukup dimana letak sumber air berada diluar ruangan yaitu di sisi rumah yang lain. Sehingga lebih baik dibuat wastafel di dalam ruang produksi sebagai sumber air dan tempat untuk sanitasi pekerja dan peralatan.
Dapus
Anonim. 1997. Industry Guide to Good Hygiene Practice: Baking Guide. Chadwick House Group Ltd. London.
Lestari, R.T. 2009. Quality Control Roti Kecik. Fakultas pertanian. Universitas sebelas maret
Ekawaty, W. 2005. Proses Produksi Pastry Dan Sanitasi Di “DYRIANA BAKERY” Semarang. Universitas katolik soegijapranata. Semarang
Nikmawati, E. 2013. Management Industri PastryFPTK.UPI
Putriani, L. 2005. Proses Produksi Danish Pastry Dan Sanitasi Di “ PT MIROTA INDAH INDONESIA” Yogyakarta. Universitas Katolik Soegijapranata. Semarang