Politik Pangan merupakan komitmen pemerintah yang ditujukan untuk mewujudkan ketahanan Pangan nasional yang berbasis Kedaulatan Pangan dan Kemandirian Pangan. Kedaulatan Pangan mencerminkan hak menentukan kebijakan secara mandiri, menjamin hak atas Pangan bagi rakyat, dan memberi hak bagi masyarakat untuk menentukan sistem usaha sesuai dengan potensi sumber daya dalam negeri. Sedangkan Kemandirian Pangan merupakan wujud kemampuan negara memproduksi Pangan di dalam negeri secara bermartabat. Terwujudnya ketahanan pangan hanyalah ultimate goal, karena sejatinya pencapaian akhir yang diharapkan dari kondisi tersebut adalah ketahanan nasional yang tangguh.
Politik Pangan ini penting ditegaskan kembali karena pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang paling dasar, sehingga semua bangsa berupaya untuk mencukupi kebutuhan pangan seluruh warga negaranya dan menyimpan sebagian untuk cadangan pangan nasional.
Indonesia memerlukan politik pangan berbasis kedaulatan dan kemandiran pangan didasarkan atas pertimbangan kondisi lingkungan internal dan eksternal serta analisis kekuatan, kelemahan, peluang dan hambatan yang dihadapi Indonesia.
Ditinjau dari kondisi global, konsumsi pangan akan cenderung meningkat di seluruh dunia. Proyeksi UN menyebutkan populasi penduduk dunia di tahun 2050 mencapai lebih dari 9 miliar jiwa, memerlukan tambahan pangan sebesar 70% dibandingkan sekarang.
Di masa depan diprediksi akan terjadi kelangkaan pangan yang diakibatkan oleh beberapa hal seperti kerusakan lingkungan, konversi lahan, tingginya harga bahan bakar fosil, pemanasan iklim dan lain-lain. Hal ini mengakibatkan negara produsen pangan akan mengamankan produksinya untuk kebutuhan dalam negeri dan bahkan meningkatkan impor pangan untuk mengamankan stok dalam negerinya.
Namun dengan keragaman sumberdaya dan kondisi lingkungan yang berbeda-beda maka setiap negara memiliki cara sendiri untuk mewujudkan ketahanan pangan nasionalnya.
Penelitian Zoelick (former President World Bank) yang mengamati progress pertumbuhan ekonomi di 101 negara pada tahun 1960 dan 2012, menunjukkan bahwa hanya negara-negara yang konsisten membangun ketahanan pangannya, menyediakan infrastruktur yang mengkoneksi antar wilayah dan memberikan perlindungan sosial bagi warga negaranya yang mampu terlepas dari jeratan "middle income trap".
Indonesia tidak akan terjebak sebagai negara middle income trap karena politik pangan yang dilaksanakan oleh pemerintah tetap konsisten di jalurnya. Sektor pertanian/pangan menjadi prioritas dalam pembangunan. Produksi pangan dalam negeri terus ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat yang terus tumbuh baik jumlah maupun keragaman jenis pangannya.
Golongan menengah di Indonesia juga meningkat, ini berarti konsumsi bahan pangan lebih banyak lagi. Saat ini Indonesia memiliki 45 juta pangsa klas konsumen dan pada tahun 2030, akan tumbuh menjadi 135 juta. Demikian pula market opportunities dari 0,5 milyar menjadi 1,8 milyar di tahun 2030.
Sistem logistik dan distribusi pangan menjadi perhatian pemerintah dalam politik pangan nasional untuk memastikan bahwa ketahanan pangan dinikmati oleh setiap orang di Indonesia hingga ke pulau terdepan dan di daerah yang sulit terjangkau sekalipun.
Untuk menghubungkan antar wilayah dan mempersingkat waktu tempuh bahan pangan, pemerintah memfokuskan pada pembangunan infrastruktur dan konektivitas antar wilayah Indonesia.
Menyadari pentingnya penataan sistem logistik dalam persaingan domestik dan internasional, Indonesia telah menyusun blueprint pengembangan logistik yang menelaah jarak geografis antara kota-kota besar di Indonesia dan Singapore. Hal ini dilakukan agar biaya translaut dan kontainer dari sentra produksi ke sentra konsumen tidak lebih mahal jika dibandingkan pengiriman ke Singapura.
Politik Pangan ini penting ditegaskan kembali karena pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang paling dasar, sehingga semua bangsa berupaya untuk mencukupi kebutuhan pangan seluruh warga negaranya dan menyimpan sebagian untuk cadangan pangan nasional.
Indonesia memerlukan politik pangan berbasis kedaulatan dan kemandiran pangan didasarkan atas pertimbangan kondisi lingkungan internal dan eksternal serta analisis kekuatan, kelemahan, peluang dan hambatan yang dihadapi Indonesia.
Ditinjau dari kondisi global, konsumsi pangan akan cenderung meningkat di seluruh dunia. Proyeksi UN menyebutkan populasi penduduk dunia di tahun 2050 mencapai lebih dari 9 miliar jiwa, memerlukan tambahan pangan sebesar 70% dibandingkan sekarang.
Di masa depan diprediksi akan terjadi kelangkaan pangan yang diakibatkan oleh beberapa hal seperti kerusakan lingkungan, konversi lahan, tingginya harga bahan bakar fosil, pemanasan iklim dan lain-lain. Hal ini mengakibatkan negara produsen pangan akan mengamankan produksinya untuk kebutuhan dalam negeri dan bahkan meningkatkan impor pangan untuk mengamankan stok dalam negerinya.
Namun dengan keragaman sumberdaya dan kondisi lingkungan yang berbeda-beda maka setiap negara memiliki cara sendiri untuk mewujudkan ketahanan pangan nasionalnya.
Penelitian Zoelick (former President World Bank) yang mengamati progress pertumbuhan ekonomi di 101 negara pada tahun 1960 dan 2012, menunjukkan bahwa hanya negara-negara yang konsisten membangun ketahanan pangannya, menyediakan infrastruktur yang mengkoneksi antar wilayah dan memberikan perlindungan sosial bagi warga negaranya yang mampu terlepas dari jeratan "middle income trap".
Indonesia tidak akan terjebak sebagai negara middle income trap karena politik pangan yang dilaksanakan oleh pemerintah tetap konsisten di jalurnya. Sektor pertanian/pangan menjadi prioritas dalam pembangunan. Produksi pangan dalam negeri terus ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat yang terus tumbuh baik jumlah maupun keragaman jenis pangannya.
Golongan menengah di Indonesia juga meningkat, ini berarti konsumsi bahan pangan lebih banyak lagi. Saat ini Indonesia memiliki 45 juta pangsa klas konsumen dan pada tahun 2030, akan tumbuh menjadi 135 juta. Demikian pula market opportunities dari 0,5 milyar menjadi 1,8 milyar di tahun 2030.
Sistem logistik dan distribusi pangan menjadi perhatian pemerintah dalam politik pangan nasional untuk memastikan bahwa ketahanan pangan dinikmati oleh setiap orang di Indonesia hingga ke pulau terdepan dan di daerah yang sulit terjangkau sekalipun.
Untuk menghubungkan antar wilayah dan mempersingkat waktu tempuh bahan pangan, pemerintah memfokuskan pada pembangunan infrastruktur dan konektivitas antar wilayah Indonesia.
Menyadari pentingnya penataan sistem logistik dalam persaingan domestik dan internasional, Indonesia telah menyusun blueprint pengembangan logistik yang menelaah jarak geografis antara kota-kota besar di Indonesia dan Singapore. Hal ini dilakukan agar biaya translaut dan kontainer dari sentra produksi ke sentra konsumen tidak lebih mahal jika dibandingkan pengiriman ke Singapura.
Kekuatan Indonesia
Indonesia diuntungkan oleh bonus demografi dengan tingginya jumlah angkatan muda dan mulai dirasakan pengaruhnya pada perekonomian nasional. Arus urbanisasi menyebabkan pertumbuhan daerah perkotaan sehingga menambah pangsa kelas konsumen.
Indonesia juga terbukti mampu mengendalikan laju inflasi, menurunkan tingkat kemiskinan dan angka pengangguran. Untuk mengimbanginya, maka pemenuhan pangan harus dilakukan dengan cara meningkatkan produksi dan produktivitasnya melalui intensifikasi (bukan ekstensifikasi), diversifikasi konsumsi melalui pengembangan pangan lokal, peningkatan daya saing, dan menurunkan kehilangan paska panen dan value-chain.
Pangan lokal dikembangkan karena Indonesia memiliki keragaman hayati yang sangat kaya dan belum dimanfaatkan secara optimal. Keanekaragaman tersebut mencakup tingkat ekosistem, tingkat jenis, dan tingkat genetik, yang melibatkan makhluk hidup beserta interaksi dengan lingkungannya.
Produsen pangan nasional sudah saatnya menghidupkan kembali sumber-sumber pangan lokal untuk menghentikan kemerosotan keragaman varietas jenis pangan yang dibudidayakan oleh petani. Apabila kondisi ini terus dikembangkan di seluruh wilayah nusantara, maka kemampuan nasional untuk meningkatkan produksi pangan pasti akan meningkat sekaligus menghindarkan ketergantungan terhadap jenis pangan tertentu.
Kekuatan lain yang dimiliki oleh Indonesia adalah konsumen domestik yang besar menjadi pasar dalam negeri yang potensial untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Disamping itu pemerintah telah berhasil dalam melakukan pengendalian tingkat inflasi, penurunan tingkat kemiskinan dan pengangguran.
Di sisi lain, situasi dunia akibat perubahan iklim dan faktor-faktor yang lain, seringkali menyebabkan supply pangan global terganggu sehingga menimbulkan fluktuasi harga secara cepat. Perdagangan bebas dan Free Trade Area akan menciptakan global economic connectivity dan borderless state. Asia menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di dunia sehingga posisi Indonesia yang strategis akan mendapatkan keuntungan. Dependency ratio negara maju meningkat seiring dengan majunya pertumbuhan ekonomi negara Asia.
Situasi ini mengharuskan Indonesia memenuhi kecukupan pangannya diutamakan dari produksi dalam negeri. Potensi sumber pangan yang beragam dan letak geografis Indonesia di jalur khatulistiwa menyebabkan Indonesia relatif aman dari dampak global climate change, merupakan opportunity yang tidak boleh dilewatkan.
Diperkuat dengan meningkatnya kesadaran terhadap green economy memberikan peluang Indonesia khususnya sebagai negara penyuplai pangan dunia (feed the world).
Kemampuan memproduksi pangan nasional diimbangi dengan keberadaan lembaga pemerintah yang menjalankan fungsi sebagai stabilisator harga pangan strategis di pasar dalam negeri sekaligus mengelola sistem logistik pangan pemerintah.
Pemerintah saat ini telah menetapkan Perum BULOG menjalankan fungsi tersebut, agar harga pangan tidak berfluktuasi dan cadangan pangan untuk kondisi darurat tetap terjaga. Bulog diharapkan mampu menjaga harga pangan dipasar lokal sehingga petani menerima harga jual yang tetap memberikan keuntungan bagi usaha taninya dan konsumen dapat membeli pangan dengan harga terjangkau. Setidaknya untuk beberapa produk pangan strategis seperti beras, jagung, kedelai, gula, daging sapi dan minyak goreng.
Indonesia diuntungkan oleh bonus demografi dengan tingginya jumlah angkatan muda dan mulai dirasakan pengaruhnya pada perekonomian nasional. Arus urbanisasi menyebabkan pertumbuhan daerah perkotaan sehingga menambah pangsa kelas konsumen.
Indonesia juga terbukti mampu mengendalikan laju inflasi, menurunkan tingkat kemiskinan dan angka pengangguran. Untuk mengimbanginya, maka pemenuhan pangan harus dilakukan dengan cara meningkatkan produksi dan produktivitasnya melalui intensifikasi (bukan ekstensifikasi), diversifikasi konsumsi melalui pengembangan pangan lokal, peningkatan daya saing, dan menurunkan kehilangan paska panen dan value-chain.
Pangan lokal dikembangkan karena Indonesia memiliki keragaman hayati yang sangat kaya dan belum dimanfaatkan secara optimal. Keanekaragaman tersebut mencakup tingkat ekosistem, tingkat jenis, dan tingkat genetik, yang melibatkan makhluk hidup beserta interaksi dengan lingkungannya.
Produsen pangan nasional sudah saatnya menghidupkan kembali sumber-sumber pangan lokal untuk menghentikan kemerosotan keragaman varietas jenis pangan yang dibudidayakan oleh petani. Apabila kondisi ini terus dikembangkan di seluruh wilayah nusantara, maka kemampuan nasional untuk meningkatkan produksi pangan pasti akan meningkat sekaligus menghindarkan ketergantungan terhadap jenis pangan tertentu.
Kekuatan lain yang dimiliki oleh Indonesia adalah konsumen domestik yang besar menjadi pasar dalam negeri yang potensial untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Disamping itu pemerintah telah berhasil dalam melakukan pengendalian tingkat inflasi, penurunan tingkat kemiskinan dan pengangguran.
Di sisi lain, situasi dunia akibat perubahan iklim dan faktor-faktor yang lain, seringkali menyebabkan supply pangan global terganggu sehingga menimbulkan fluktuasi harga secara cepat. Perdagangan bebas dan Free Trade Area akan menciptakan global economic connectivity dan borderless state. Asia menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di dunia sehingga posisi Indonesia yang strategis akan mendapatkan keuntungan. Dependency ratio negara maju meningkat seiring dengan majunya pertumbuhan ekonomi negara Asia.
Situasi ini mengharuskan Indonesia memenuhi kecukupan pangannya diutamakan dari produksi dalam negeri. Potensi sumber pangan yang beragam dan letak geografis Indonesia di jalur khatulistiwa menyebabkan Indonesia relatif aman dari dampak global climate change, merupakan opportunity yang tidak boleh dilewatkan.
Diperkuat dengan meningkatnya kesadaran terhadap green economy memberikan peluang Indonesia khususnya sebagai negara penyuplai pangan dunia (feed the world).
Kemampuan memproduksi pangan nasional diimbangi dengan keberadaan lembaga pemerintah yang menjalankan fungsi sebagai stabilisator harga pangan strategis di pasar dalam negeri sekaligus mengelola sistem logistik pangan pemerintah.
Pemerintah saat ini telah menetapkan Perum BULOG menjalankan fungsi tersebut, agar harga pangan tidak berfluktuasi dan cadangan pangan untuk kondisi darurat tetap terjaga. Bulog diharapkan mampu menjaga harga pangan dipasar lokal sehingga petani menerima harga jual yang tetap memberikan keuntungan bagi usaha taninya dan konsumen dapat membeli pangan dengan harga terjangkau. Setidaknya untuk beberapa produk pangan strategis seperti beras, jagung, kedelai, gula, daging sapi dan minyak goreng.
Empat Strategi
Memperhatikan kondisi lingkungan eksternal, regulasi yang mendukung seperti MP3EI dan analisis SWOT, setidaknya terdapat empat strategi yang dapat dilaksanakan untuk melaksanakan politik pangan yang berbasis pada kedaulatan dan kemandirian.
Memperhatikan kondisi lingkungan eksternal, regulasi yang mendukung seperti MP3EI dan analisis SWOT, setidaknya terdapat empat strategi yang dapat dilaksanakan untuk melaksanakan politik pangan yang berbasis pada kedaulatan dan kemandirian.
Pertama, Regulasi. Harmonisasi implementasi Peraturan dan Undang-Undang antar kementerian lembaga/ legislatif dan antara pusat/daerah ; Sinergitas program Kementerian/ Lembaga, fokus pada sektor pertanian dalam arti luas (mencakup pertanian tanaman pangan, peternakan, hortikultura, perkebunan, perikanan, dan kehutanan) ; Alokasi anggaran APBD untuk pembangunan sektor pertanian yang signifikan; Penguatan Kelembagaan yang terkait dengan pertanian, seperti R & D, Perbankan dan penyuluhan; dan Sinergitas Akademisi, Bisnis, Government (ABG) dan LSM untuk peningkatan inovasi dan produktivitas.
Kedua, Ketersediaan. Kesungguhan Pemerintah Daerah untuk mengembangkan potensi pangan lokal di wilayah masing-masing; Revitalisasi BUMN pangan guna meningkatkan produksi untuk mendapatkan economy of scale sehingga dapat menjamin ketersediaan pangan; dan dukungan Pemerintah untuk pengembangan sistem perbenihan dan perbibitan melalui pemanfaatan hasil riset baik oleh lembaga pemerintah, perguruan tinggi, swasta, maupun masyarakat.
Ketiga, Keterjangkauan. Melakukan penataan sistem logistik melalui perbaikan infrastruktur jalan, perhubungan dan pergudangan agar dapat menurunkan biaya logistik untuk meningkatkan daya saing; Memperpendek supply chain pangan melalui peningkatan peran Bulog untuk stabilisasi harga komoditas pangan strategis dan menekan pasar yang bersifat oligopoly; dan Membangun Sistem Pengawasan terhadap distribusi pangan dan berbagai subsidi input produksi.
Keempat, Ketercukupan Gizi. Perbaikan gizi masyarakat melalui peningkatan konsumsi protein dan menurunkan konsumsi karbohidrat sesuai dengan Pola Pangan Harapan; Peningkatan diversifikasi konsumsi pangan lokal melalui pengembangan dan pemanfaatan sumber pangan di masing-masing wilayahnya; Modernisasi industri pangan lokal mulai dari pengolahan hingga pengemasan sehingga dapat menjadi kebanggaan dan sumber pendapatan baru bagi masyarakat daerah; Peningkatan keamanan pangan untuk menjamin keselamatan konsumen melalui pemberdayaan Badan POM dan Laboratorium Universitas di masing-masing daerah.
Yang jelas, pelaksanaan Politik Pangan Indonesia memerlukan sikap dan tindakan yang konsisten dan dinamis berdasarkan pertimbangan perkembangan lingkungan eksternal dan dihadapkan dengan analisis SWOT guna meningkatkan daya saing untuk menuju Indonesia Incorporated.
Juga, penjabaran Politik Pangan membutuhkan sinergitas pemerintah pusat dan daerah, antar kementerian/lembaga dengan melibatkan peran aktif perguruan tinggi, pelaku usaha, dan masyarakat dalam membentuk regulasi untuk membangun ketahanan pangan (ketersediaan, keterjangkauan dan ketercukupan gizi) sehingga dapat mewujudkan Indonesia Feed the World.
Juga, penjabaran Politik Pangan membutuhkan sinergitas pemerintah pusat dan daerah, antar kementerian/lembaga dengan melibatkan peran aktif perguruan tinggi, pelaku usaha, dan masyarakat dalam membentuk regulasi untuk membangun ketahanan pangan (ketersediaan, keterjangkauan dan ketercukupan gizi) sehingga dapat mewujudkan Indonesia Feed the World.
Oleh: Prof. Dr. Jusuf
Staf Khusus Presiden Bidang Pangan dan Energi
Staf Khusus Presiden Bidang Pangan dan Energi
Artikel yang sungguh menarik untuk dielaborasi pada tataran nyata.
ReplyDeletesiap komandan hehe
Deletemantap boskuhh
ReplyDeleteartikel yang menarik
ReplyDelete