“Toksin Polisiklik Aromatik Hidrokarbon (PAHs)”
Pada Produk Olahan Pangan
1.1 Definisi Toksin Polysiklik Aromatik Hidrokarbon
Polisiklik aromatik hidrokarbon (PAH) atau juga dikenal sebagai polycyclic organic matter (POM) adalah molekul aromatik yang terdiri atas dua atau lebih molekul cincin aromatik yang disusun oleh atom karbon dan hidrogen. PAH dalam hal ini termasuk indole, quinoline, dan benzothiophene yang memiliki fungsi biologis pada makhluk hidup dan juga senyawa karsinogenik dan genotoksik seperti benzo (a)piren, benzo(a)antrasen, benzo(b)fluoranten, dan benzo (a,h)antrasen. Polisiklik aromatik hidrokarbon adan beberapa turunannya berada secara alami di alam dan juga dapat terbentuk pada saat proses pemabakaran tidak sempurna (suhu 500-8000C) atau saat pemanasan bahan organik pada suhu 200-3000C. Secara alami PAH dapat berada di udara, air permukaan tanah, pertambangan batu bara dan daerah gunung berapi. Sumber lain PAH adalah rokok. Rokok mengandung kadar tar cukup tinggi dan pembakaran tar dapat memicu terbentuknya molekul PAH terutama jenis PAH karsinogenik.
Secara alami PAH dengan bobot molekul rendah terdapat di atmosfer dalam konsentrasi yang cukup rendah, sedangkan PAH dengan bobot molekul tinggi umumnya terbentuk karena proses pemanggangan. Namun demikian, kontaminasi PAH dari lingkunngan hanya terjadi pada makhluk laut vertebrata, seperti kerang dan tiram yang tidak dapat melakukan metabolisme PAH. Sedangkan pada hewan vertebrata, seperti sapi, ayam, dan ikan molekul PAH, dalam konsentrasi sangat rendah dapat dimetabolisme lebih lanjut sehingga tidak mengkontaminasi daging yang berasal dari hewan tersebut. Senyawa ini mudah tercampur dengan minyak dari air sehingga banyak ditemukan dalam tanah dan endapan yang berminyak. Namun terkadang juga tercampur dengan partikel air di udara. Minyak mentah alam dan batubara mengandung sejumlah besar PAH. Bahan ini juga ditemukan dalam bahan bakar fosil olahan, tar dan minyak nabati. Bahan ini dapat terbentuk oleh pembakaran tidak sempurna dari karbon yang mengandung bahan bakar seperti kayu, batu bara, diesel, lemak, dan tembakau.
1.2 PAH dalam makanan
Senyawa PAH dalam makanan dapat berasal dari berbagai macam sumber seperti kontaminasi lingkungan, pemberian panas pada makanan, dan juga berasal dari bahan baku itu sendiri. Penelitian pertama tentang senyawa PAH dalam makanan yang dilakukan oleh Faizo pada 1973 terhadap analisis zat dalam makanan yang menyerap cahaya pada panjang gelombang UV dan melakukan pemisahan dengan kromatografi lapis tipis. Larsson et al (1983) meneliti tentang pengaruh pemasakan daging terhadap kandungan PAH. Penggorengan dan pemasakan dengan menggunakan oven elektrik tidak menyebabkan terbentuknya senyawa PAH, sedangkan proses pemasakan dengan menggunakan arang menunjukkan peningkatan PAH yang signifikan. Penelitian ini menemukan bangan bahahwa pemasakan dengan kontak langsung antara api dari pembakaran kayu dengan bahan organik pada matriks pangan menunjukkan pembentukan PAH karsinogenik yang sangat tinggi.
Kazerouni et al(2001) melakukan penelitian kandungan PAH pada 2000 sampel makanan di Amerika. Peneliti menemukan bahwa kandungan PAH tergantung pada cara pengolahan dan tingkat kematangan dari daging tersebut dan kandungan PAH tertinggi ditemukan pada ayam dan daging sapi yang dibakar hingga matang. Selain itu peneliti juga menemukan adanya PAH dalam jumlah cukup tinggi pada beberapa jenis sayuran dan gandum-ganduman dan dikonsumsi dalam jumlah banyak oleh masyarakat Amerika. Hal ini menunjukkan bahwa PAH tidak hanya berasal dari proses pemasakan tetapi juga cemaran lingkungan sekitar. Beberapa peneliti juga menemukan kandungan PAH pada makanan yang tidak mengandung protein namun mengandung lemak tinggi. Guillen et al(2004), menentukan kandungan PAH dengan konsentrasi cukup tinggi dalam minyak zaitun. PAH pada minyak zaitun ini diduga berasal dari kontaminan lingkungan, proses pengeringan dengan suhu tinggi, dan ekstasi dari minyak zaitun yang menggunakan pelarut organik. Selain itu juga terdapat pada proses pemanggangan roti terhadap kandungan PAH dari roti bakar. Penelitia ini membuktikan bahwa proses pemansan dengan api langsung dapat memicu pembentukan PAH hingga mencapai diatas 100 ug/gr smapel, sedangkan pemansan dengan bread rooster dan oven tidak memicu pembentukan PAH.
PAH dalam daging asap dari:
· PAH yang diisolasi produk asap sebagian besar ber –BM <216
· Kandungan BaP dalam daging asap tidak boleh >1ng/g
· Kisaran konsentrasi BaP dalam ham, bacon , franktures : 0,4 sampai dengan 56,6 ng/g.
Sedangkan PAH dalam produk ikan :
· Seafood segar (tidak diasap) mengandung sejumlah kecil PAH yang berasal dari air laut yang tercemar.
· Ikan lebih cepat mengeksresi PAH daripada moluska (kerang). Kerang dari perairan yang terkena polusi minyak dapat mengandung PAH 215 ng/g.
· Ikan asap mengandung PAH lebih banyak dari pada ikan segar. Selama penyimpanan BaP dalam produk dapat menurun karena terdegradasi.
1.3 Mekanisme
Senyawa PAH bersifat karsinogenik. Senyawa tersebut bisa terbentuk selama pemanggangan atau pembakaran ikan,daging,atau makanan laindengan panas yang tinggi dan berasal dari lemak yang menetes ke dalam api. Toksisitas PAHs sangat tergantung pada strukturnya; isomerisasi dapat mengubahnya menjadi non toksik atau sangat toksik. Jadi, PAHs yang sangat karsinogenik bisa berukuran kecil atau besar. PAH yang paling banyak terdapat dalam makanan adalah BaP (benzo(a)pyrene) dan BaA (benzo(a)antracene). BaP merupakan PAH yang karsinogen pada manusia.
Dibenzo(a,h)antrasen (DBA) merupakan salah satu jenis PAH memiliki rumus kimia yang mirip dengan benzo(a)piren (BAP) namun rumus bangun dari molekul ini berbeda. Sifat karsinogen dari DBA dikategorikan kedua tertinggi setelah BAP. Sifat karsinogen dari molekul DBA baru terlihat setelah terjadi metilasi oleh promotor kanker seperti tetradecanoylphorobol-asetat (TPA), sehingga seperti chrysene molekul ini lebih sering dikategorikan sebagai inisiator terjadinya kanker. Reaksi metilasi dari molekul DBA akan membentuk 7,12-dimetilbenz(a,h)antrasen (DMBA) yang memiliki potensi karsinogenik lebih besar dibandingkan molekul awalnya dan bahkan lebih besar dari BAP.
Molekul BAP dan DBA dapat mengadakan ikatan kovalen dengan DNA dan setelah terikat dengan DNA molekul ini baru bersifat karsinogen. Salah satu enzim yang diduga berperan pada tahap awal adalah enzim P-450 yang berada di retikulum endoplasma. Enzim ini akan mengoksidasi molekul BAP dan DBA dan membentuk molekul oksida dari BAP dan DBA yang tidak stabil dan berubah menjadi turunan fenol, quinone, dan diol-epoksida-nya. Molekul turunan dari reaksi awal enzim P-450 ini dapat mengadakan ikatan kovalen dengan DNA. Ikatan kovalen antara molekul ini dengan DNA akan menyebabkan terjadinya kerusakan dan mutasi DNA. Mutasi yang umum terjadi adalah perubahan basa Guanin (dG) menjadi Timin (dG) dan perubahan dari Adenosin (dA) menjadi Timin (dA). Mutasi ini umum terjadi pada sel kanker. Selain itu pembentukan epoksida dapat memicu terbentuknya radikal kation yang dapat merusak ikatan dalam DNA (Gibney,2009).
Gambar 2 Mekanisme pembentukan ikatan kovalen BAP dan DNA
Penggorengan dan pemasakan merupakan faktor penting terbentuknya PAH dalam makanan. Pada beberapa penelitian pemanggangan dengan menggunakan oven elektrik tidak menyebabkan terbentuknya senyawa PAH, sedangkan proses pemasakan dengan menggunakan arang menunjukkan peningkatan PAH yang signifikan. Pemasakan dengan kontak langsung antara api dari pembakaran kayu dengan bahan organik pada matriks pangan menimbulkan terbentuknya PAH karsinogenik yang sangat tinggi. Selain itu,tingkat kematangan bahan yang dibakar juga mempengaruhi adana senyawa ini, kandungan PAH pada bahan yang dibakar seperti daging dan ayam akan semakin tinggi jika semakin matang. Selain faktor-faktor tersebut, bahan makanan lain juga bisa mengandung PAH karena cemaran dari lingkungan yang mengandung PAH seperti pada daerah perminyakan atau karena kontaminasi akibat pembakaran tidak sempurna dari bahan bakar berkarbon seperti kayu, batubara, diesel, lemak atau tembakau atau dari limbah-limbah industri minyak (Prangdimurti,2007).
1.4 Efek Dari PAH
Pencemaran PHA menjadi masalah yang serius setelah diketahui bahwa beberapa PHA berpotensi untuk menimbulkan kanker. Oleh karena itu Environmental Protection Agency (EPA) menetapkan 16 jenis PHA yang berbahaya dari 100 jenis HPA yang telah diketahui. Keenambelas senyawa tersebut adalaha senaftena, benzo(a)antrasena, benzo(a) pirena, benzo(b)fluorantena, benzo(k)fluorantena, benzo(g,h,i) perilena, krisena, fluorantena, fluorena, indeno(1,2,3-cd)pirena, naftalena, fenantrena dan pirena. Dari keenambelas jenis tersebut, benzo(a)pirena merupakan komponen yang paling toksik, sehingga batas maksimumnya dalam makanan tidak boleh lebih dari 10 ppb.
Efek dari PAH lebih dikenal dari hewan percobaan, tetapi karena kesamaan sistem biologis dalam spesies yang berbeda ,ada kemungkinan bahwa semua mamalia ,termasuk manusia akan terpengaruh dengan cara yang sama. Kecuali jika mereka memetabolisme zat ini secara berbeda , karena secara umum yang menimbulkan toksisitas itu adalah produk metabolik dari PAH.
· Dapat menyebabkan kanker
Senyawa PAH bersifat karsinogenik. Dibenzo(a,h)antrasen (DBA) merupakan salah satu jenis PAH memiliki rumus kimia yang mirip dengan benzo(a)piren (BAP) namun rumus bangun dari molekul ini berbeda. Sifat karsinogen dari DBA dikategorikan kedua tertinggi setelah BAP.Sifat karsinogen dari molekul DBA baru terlihat setelah terjadi metilasi oleh promotor kanker seperti tetradecanoylphorobol-asetat (TPA), sehingga seperti chrysene molekul ini lebih sering dikategorikan sebagai inisiator terjadinya kanker. Reaksi metilasi dari molekul DBA akan membentuk 7,12-dimetilbenz(a,h)antrasen (DMBA) yang memiliki potensi karsinogenik lebih besar dibandingkan molekul awalnya dan bahkan lebih besar dari BAP (Gibney,2009).
· Menyebabkan mutasi gen
Molekul BAP dan DBA dapat mengadakan ikatan kovalen dengan DNA dan setelah terikat dengan DNA molekul ini baru bersifat karsinogen. Salah satu enzim yang diduga berperan pada tahap awal adalah enzim P-450 yang berada di retikulum endoplasma. Enzim ini akan mengoksidasi molekul BAP dan DBA dan membentuk molekul oksida dari BAP dan DBA yang tidak stabil dan berubah menjadi turunan fenol, quinone, dan diol-epoksida-nya. Molekul turunan dari reaksi awal enzim P-450 ini dapat mengadakan ikatan kovalen dengan DNA. Ikatan kovalen antara molekul ini dengan DNA akan menyebabkan terjadinya kerusakan dan mutasi DNA. Mutasi yang umum terjadi adalah perubahan basa Guanin (dG) menjadi Timin (dG) dan perubahan dari Adenosin (dA) menjadi Timin (dA). Mutasi ini umum terjadi pada sel kanker. Selain itu pembentukan epoksida dapat memicu terbentuknya radikal kation yang dapat merusak ikatan dalam DNA (Gibney,2009).
· PAH mengganggu hormon reproduksi dan proses reproduksi
Saat ini data yang menunjukan efek terhadap reproduksi masih kurang dan bahkan untuk BAP data masih bertentangan. Penelitian pada hewan menunjukkan efek pada kualitas sperma, tetapi pada perempuan mungkin pada peningkatan risiko disfungsi reproduksi karena kehancuran oosit dan folikel dapat terjadi sebagai akibat dari paparan. Karena testis dan ovarium mengandung sel yang berkembang biak cepat, mereka mungkin sangat rentan terhadap kerusakan oleh PAH. BAP tentu dapat mempengaruhi produksi telur ikan. Ditemukan pengurangan jumlah oosit primer, testosteron, serta estrogen. Percobaan juga menunjukkan bahwa PAH tertentu dapat ditransfer ke telur dari ikan betina , dan dapat menyebabkan penurunan jumlah telur yang dihasilkan. Sebagian besar berkaitan dengan efek dari BAP menunjukkan bahwa PAH memiliki potensi
untuk menginduksi perkembangan kehamilan, malformasi, kemandulan pada keturunan, perubahan testis termasuk berkurangnya sperma , imunosupresi dan tumor . Mekanisme kerja dari PAH tidak jelas , tetapi jumlah PAH telah menunjukkan bertindak melawan hormon estrogen pada wanita dan menunjukkan anti- estrogenefek in vitro dan in vivo.
· PAH mempengaruhi Imunokompetensi
Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengetahui hubungan antara polutan dengan kerentanan penyakit. Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa PAH dapat mempengaruhi immuno-kompetensi satwa liar dan manusia. Pada dosis tinggi BAP telah terbukti nyata menghambat sistem kekebalan tubuh. Selain itu, para ilmuwan telah menunjukkan penekanan reaksi kekebalan pada ikan yang diambil dari lingkungan yang sangat terkontaminasi dengan PAH.
Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengetahui hubungan antara polutan dengan kerentanan penyakit. Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa PAH dapat mempengaruhi immuno-kompetensi satwa liar dan manusia. Pada dosis tinggi BAP telah terbukti nyata menghambat sistem kekebalan tubuh. Selain itu, para ilmuwan telah menunjukkan penekanan reaksi kekebalan pada ikan yang diambil dari lingkungan yang sangat terkontaminasi dengan PAH.
DAFTAR PUSTAKA
Gibney,Michael,dkk. 2009. Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC
Morrison, N. 1997. Polyaromatic Hydrocarbons (PAHs). England : WWF-UK.
Prangdimurti,dkk. 2007. Modul E-learning ENBP topik 7. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB.
0 comments: